INI ADALAH TENTANG SUKA DAN CINTA...
By CLUMSY
TRANSLATED by CHELZ
Aku ingat kamu. Gadis di telepon umum yg terlihat kesal dengan lawan bicaranya di telepon. Aku menunggu di sana dengan sabar menanti giliranku memakai telepon. Telepon ini sangat penting sehingga aku tidak bias meninggalkan telepon umum ini dan pergi mencari telepon umum yang lainnya. Kamu secara perlahan mengakhiri pembicaraanmu tetapi tanganmu tetap memegang telepon dan berada dalam duniamu sendiri. Kamu membelakangiku. Rambut hitammu yang tergerai indah.
Aku menunggu.
Setelah dalam waktu yg cukup lama melihatmu berdiri memegang telepon di sana jadi aku memberanikan diri dan mengetuk pintu kaca itu. Akhirnya, aku mengembalikanmu ke dunia nyata dengan melepaskan tanganmu dari telepon itu dan berbalik. Mata yang menawan—seperti itulah aku mengingatmu.
Bergerak ke samping, aku melihatmu keluar melalui celah yang sempit dengan kepalamu yang tertunduk ke bawah. Tetapi aku sempat menangkap tatapanmu sekali pada waktu kau membungkuk meminta maaf. Aku balas membungkuk dan berkata “Kenchana?” dan mundur membiarkanmu lewat.
Aku sendiri mendapat telepon yg kacau karena ayahku memintaku pulang atau dia tidak akan mengirimkanku uang untuk biaya hidupku lagi. Itu sangat mengecewakan, tapi aku adalah seorang pelajar dan hidup bergantung padanya. Dia memintaku untuk pulang ke rumah dan untuk dinikahkan dengan gadis pilihannya.
Aku akan menjadi orang bodoh jika aku melakukannya.
Aku memandang jauh ke depan sambil mendengarkan ancaman ayahku. Aku masih mengingat hari itu dengan sangat baik. Langit di atas sangat gelap dan pohon-pohon menggugurkan daunnya helai demi helai. Orang-orang berjalan dengan tergesa bukan karena takut akan turunnya hujan tetapi mereka merapatkan jaketnya untuk melindungi dirinya.
Dia tidak dapat mengancamku dan aku tidak dapat ditakut-takuti seperti ini. Aku adalah pria yang sudah dewasa dan aku dapat meneruskan sekolahku dengan atau tanpa bantuan mereka. Pada saat itu juga aku membulatkan tekadku.
Sudah pasti tidak.
Aku mengakhiri pembicaraan dan terdiam di depan telepon tetapi ketukan pelan di pintu hamper membuatku terlompat kaget. Aku terlalu memikirkan pembicaraanku dengan ayahku sehingga aku melupakanmu yang berdiri di luar menungguku selesai memakai telepon ini. Hal ini seperti cuplikan dari sebuah film komedi di mana kita bertukar posisi sekarang aku yang keluar dan membiarkanmu masuk.
Kepalamu tetap tertunduk ke bawah sehingga aku tidak dapat melihat tatapanmu, tetapi aku yakin kalau kamu menangis. Karena kebanyakan perempuan melakukannya.
“Umma, kamu tidak dapat melakukan ini kepadaku!” Tangisanku akhirnya keluar membanjiri wajahku setelah mendengar ibuku mengangkat telepon.
“Seohyuna, hal ini sudah ditetapkan sejak lama, ketika kau masih kecil. Appa-mu sedang tidak baik kondisi kesehatannya akhir-akhir ini sehingga kami memutuskan untuk mempercepat perjodohan tersebut.”
“Tetapi ini baru tahun pertamaku di Universitas! Aku tidak dapat menikah!” Aku berusaha menahan emosiku karena dia adlah masih Ibuku.
“Ya, aku tau dan akupun tidak menyukai ide ini. Kau adalah anakku satu-satunya tetapi ini adalah permintaan ayahmu. Jangan khawatir dengan pria ini karena kami mengenal keluarganya dan ayahnya adalah sahabat ayahmu. Dia sekarang sedang belajar kedokteran, oleh karena itu aku tau kalau masa depanmu bersamanya akan baik-baik saja. Kau tidak perlu melanjutkan—“
“Apa?! Aku tidak mau berhenti sekolah dan kamu tidak dapat memaksaku melakukannya!”
“Seohyun..”
Suaranya terdengar sedang menahan amarah dan aku dapat membayangkan bagaimana ekspresinya sekarang ini. Aku terdiam mengetahui bahwa kata-kataku tadi sangat keras tetapi sakit di hatiku tidak dapat kudiamkan lagi.
“Ayahmu dan aku sudah membicarakan hal ini. Aku—pertama menentang tetapi ini adalah permintaan ayahmu dan kita tidak dapat melakukan apa-apa untuk memenuhi permintannya itu. Kamu akan menikah.”
Dia menekankan. Dia mengakhiri pembicaraan dan aku berdiri terpaku dengan telepon di genggamanku lagi. Segera itu tidak berarti sekarang, kan?! Aku harus mendiskusikannya dengan sahabat-sahabatku yang sudah tinggal bersamaku sejak aku menginjak bangku SMA.
Aku sangat menyayangi kedua orangtuaku. Aku adalah tipe anak yang semua orangtua impikan. Aku tidak pernah mengecewakan mereka sekalipun. Hanya kali ini saja.
Hanya kali ini saja.
Aku tau sahabat-sahabatku akan mendukung keputusanku dan akan bersedia menyembunyikanku tetapi ini adalah pertarunganku dan aku tidak akan mengikutsertakan mereka dalam masalah ini. Aku keluar dan berjalan dengan lunglai melewati taman sampai di sebuah bangku taman. Aku duduk dan menimbang kesempatan yang kupunya.
“Aku tidak dapat percaya bahwa di zaman maju ini, orang-orang masih mengusulkan pernikahan melalui perjodohan”
Itu bukan aku. Suara ini dating dari orang disebelahku. OMO! Dia duduk di sebelahku dan aku baru menyadarinya.
Kamu duduk di sebelahku menghela napas dengan berat dan aku dapat mengatakan kalau kamu tidak menyadari keberadaanku di sebelahmu. AKu mengeluarkan masalahku ke udara dan kamu mendengar auraku dan berbalik kepadaku dengan ekspresi heran. Aku tersenyum dan mengela napas sendiri.
“Secara kebetulan, apakah kamu adalah mahasiswa kedokteran?”
Aku masih dapat mengingat jelas pertanyaan pertama yang kau lontarkan kepadaku. Aku menganggukkan kepalaku sambil tersenyum karena aku terkejut dengan pertanyaanmu sama seperti dirimu. Alasan kamu menanyakannya tiba-tiba menghampiriku. Tanpa terduga, aku memberitahumu siapa aku dan membeberkan semua masalah yang sedang kuhadapi dan tanggapanmu hanya tersenyum dengan gugup dan meninggalkanku.
Aku mengamatimu yang terburu-buru ingin pergi sambil menarik tutup res ranselmu. Aku tersenyum sendiri melihat keanehanmu dan terdiam setelah menemukan sebuah buku berwarna putih di dekatku. Aku mengambilnya perlahan menelusuri pita merah yang menguncinya. Saat itu juga aku tau kalau buku ini adalh kepunyaanmu.
Aku berusaha mengejarmu tetapi kau sudah lenyap bersama dengan udara sejuk sore itu. Aku mengetahuinya kalau ini bukan akhir dari pertemuan kita. Aku orang yang sopan tetapi aku juga sangat berharap dapat melihat sepasang matamu lagi sehingga aku memutuskan untuk melihat isi dari buku itu untuk menemukan alamatmu tetapi aku tidak menemukannya.
Sehingga setiap hari aku duduk di bangku itu menunggumu. Sudut kecil di lapangan terbuka di mana aku setiap hari beristirahat di tempat di mana aku bertemu denganmu. Aku baru saja menemukan namamu. Aku baru saja mengetahui ceritamu. Setiap sore di depan telepon umum itu, menjadi hal yang menarik bagiku sehingga tidak seharipun kulewatkan hingga suatu waktu kamu kembali ke tempat itu mencari buku harianmu yang hilang.
Seminggupun terlewatkan tetapi tidak menemukanmu sehingga akupun memutuskan untuk melihat di dalam buku itu karena semapt terlintas dipikiranku kalau buku ini bukan kepunyaanmu. Hingga, sebuah foto terjatuh dari sebuah halaman dan itu ternyata kamu yang terlihat seperti malaikat. Akupun menemukan ketertarikan lebih lagi untuk tinggal dan untuk menunggumu hingga kamu mengetahui arah pandanganmu.
Aku bukanlah orang yang ceroboh dalam meletakkan barang milikku. Aku mengetahui dengan tepat di mana aku meletakkan barang-barangku jadi hilangnya buku harianku adalah masalah yang besar karena, tentu saja, buku harian itu adalah sahabatku yang menyimpan rapat rahasiaku. Sesuatu yang akan mendengarkan rahasia-rahasia terdalamku. Aku mencarinya di semua tempat tapi tetap tidak menemukannya. Buku itu adalah sesuatu yang sangat pribadi untuk ditemukan oleh seseorang yang asing dan satu-satunya yang membuatku tenang karena tidak tertulis namaku didalamnya. Tetapi tetap saja….
Kehilangan ini menambah keresahanku dengan adanya masalah dilema mejadi mempelai dan ini benar-benar membuatku frustasi. Aku menceritakannya kepada sahabat-sahabatku dan mereka semua memberikan jalan keluar terhadap masalahku. Aku tidak pernah berbicara kepada orangtuaku setelah pertengkaranku dengan ibuku itu. Ini adalah caraku untuk melarikan diri. Hal ini mungkin akan membuat mereka memikirkan ulang setelah dua minggu dia dating untuk mencariku dan memberitahuku untuk tidak memikirkannya lagi. Kami menangis bersama dan aku meminta maaf atas penolakan kerasku terhadap rencana mereka kepadaku dan dia mengatakan kalau mereka memaafkanku. Masalah ini membuat hubunganku dengan ibuku semakin erat.
Sampai suatu hari…
Hatiku berdebar-debar menemukanmu di dalam telepon umum itu. Kamu menggunakan jaket waktu itu untuk menghangatkan diri dari musim dingin yang perlahan ditunjukkan oleh udara disekitar. Kamu menghadap ke arah yang berlawanan dari tempatku berada, berbicara kepada lawan bicaramu di telepon dengan raut wajah yang senang tetapi engkau berpaling sedikit sehingga aku dapat melihat lengkungan bibirmu dan aku berharap engkau dapat berpaling lebih lama lagi ke arahku sehingga aku dapat memastikan senyum bahagiamu itu.
Aku duduk di kursi itu dan membuat diriku berpaling untuk tidak mengamatimu seperti orang bodoh. Rasanya lama sekali melihat engkau berasa di dalam telepon umum itu dan aku seakan berhenti bernapas waktu engkau akhirnya keluar. Kau membungkuk kepadaku dengan tatapan mengenaliku dan berjalan akan pergi sehingga aku menaikkan tanganku untuk memperlihatkan “buku kecil”-ku kepadamu.
Matamu membesar seperti seorang anak perempuan saat mendapatkan kado Natal di hari Natal. Kamu berhenti sejenak seperti menungguku untuk pergi menghampirimu dari tempatku berada sekarang. Tetapi aku menunggu saat yang tepat untuk itu—aku menunggu engkau yang seharusnya datang kepadaku untuk melihat lebih jelas lagi raut wajah yang gugup dan senyum penasaran di wajahmu.
Aku tau bahwa ini adalah permulaannya.
Dia kelihatannya sangat penuh dengan dirinya sendiri yang membuatku kesal sejenak tetapi aku berjalan ke arahnya siap untuk mengambil kepunyaanku itu. Caranya menatapku membuatku gugup. Apakah selama ini ia membacanya? Pemikiran ini menggangguku.
“Apakah secara kebetulan ini adalah kepunyaanmu?” Dia tersenyum menggodaku di mana hal yang dapat kulakukan hanyalah tersenyum membalasnya. Aku tidak mau kelihatan tidak sopan.
“Ne…aku yakin begitu” aku membalasnya.
“Bagus. Akhirnya aku dapat berhenti ke tempat ini setiap sore.” Ia berbicara sambil menghadap ke lapangan terbuka dan menarik bibinya tersenyum sambil menghadap padaku dengan senyum yang tulus, “Jangan khawatir, aku tidak membacanya sedikitpun…hmmm…mungkin hanya memeriksanya sejenak..mencari alamatmu.”
“Ne…” Aku tidak tau harus mempercayaimu atau tidak jadi aku hanya mengangguk. Pernyatannya yang menyebutkan kedatangannya ke tempat ini setiap hari mengejutkanku untuk beberapa alasan sampai akhirnya aku duduk di sampingnya menjaga jarak dengannya. Aku menemukan begitu juga yang dilakukannya.
“Namaku adalah Jung Yong Hwa. Aku memberitahumu sebelumnya tapi aku tau kalo kamu telah melupakannya.” Senyumnya tidak pernah meninggalkan wajahnya.
“Ne..”Aku mengangguk lagi. Ia benar. Aku benar-benar melupakan namanya. Dia tetap diam sejenak sambil menatapku dan itu menyadarkanku untuk memberitahukan namaku juga. “ SeoHyun…”
“Seohyun…” Dia mengulanginya bersamaan dengan bertiupnya udara dingin menerpa pipi dan menerbangkan rambutku.
Kamu menemaniku di tempat itu sejenak, mungkin sejenis balasan atas pengembalian buku harianmu. Itu adalah hal yang baik juga karena kita jadi lebih mengenal satu sama lain diluar dari rasa malumu dan ketidaknyamananmu di sampingku. Aku tidak mengingat semua pembicaraan kita waktu itu hanya bagaimana caramu mengucapkan “Ne… “ or ”De… “ masing-masing dengan emosi tentang hal yang kita bicarakan.
Hari Har
Hari itu aku menemukan gadis itu.
Hari berikutnya, aku tau bahwa aku tidak mempunyai alasan untuk berada di taman itu lagi tetapi aku menemukan diriku duduk di kursi itu lagi sampai akhirnya aku melihatmu berjalan ke arahku dan terkejut menemukanku di sana. Kamu memberiku lambaian yang aneh dan berjalan masuk ke telepon umum lagi. Hal yang mengejutkanku berikutnya adalah mendapatkanmu duduk di sebelahku setelah selesai menelepon sehingga akupun berbicara kepadamu lagi.
Hal ini terjadi terus-menerus sejak hari itu. Sebelumnya di kursi ini aku duduk sepi sendirian dan akhirnya kamu menemaniku. Ini masih menjadi misteri mengapa engkau selalu(selalu maksudnya setiap hari) dating ke taman itu untuk menelepon dan aku sangat malu untuk menanyakan kepada siapa engkau berbicara. Ini bukanlah masalahku.
Waktupun berlalu dan kita lebih mengenal satu sama lain. Kita menyambut suasana diam yang aneh yang melingkupi kita itu sampai akhirnya suatu hari aku sadar bahwa kamu akhirnya merasa nyaman berada di sekitarku. Aku menyadari bagaimana “pria” tidak memenuhi kriteriamu—khususnya cinta. Aku mempelajari bahwa kamu lebih seperti seorang perempuan dibanding wanita. Aku mengetahui lebih banyak lagi tentangmu.
Dan setelah itu, pertemuan kita tidak terbatas hanya di taman itu lagi.
Kau adalah lawan bicara yang menyenangkan dimana ada beberapa topik yang tidak kusuka tiba-tiba menjadi sangat penting untuk kudengar berdasarkan apa yang kau tau. Kau menyukai buku-buku dimana kita mulai penyusuran di perpustakaan-perpustakaan disekitar kota. Kau menyukai teh kesehatan dimana kita sudah mencoba semua restauran atau cafe teh dengan berbagai rasa yang baru dan unik sehingga seringkali aku mencobanya dan berusaha bertahan dari selera yang kau berikan.
Terakhir, kau sangat amat menyukai kentang manis sampai rasanya aku cemburu akan itu yang membuatku ingin terlahir sebagai salah satunya.
Bodohnya aku.
Tetapi kau lihat, saat tertentu dimana aku tidak dapat mengetahui dimana posisi kita. Lebih dari teman...masih kurang dari kekasih. Hingga suatu ketika kau menanyakan pertanyaan yang membuatku berpikir lama sebelum menjawabnya.
“Apa perbedaan antara suka dan cinta?”
Itu adalah salah satu pertanyaan acak yang akan kau lontarkan kepadaku kapanpun itu menghampirimu. Sama seperti waktu kau menanyakan padaku apakah aku menyukai kentang manis.
Aku ingat waktu itu! Matamu melebar ketika aku bilang aku menyukainya dan kau mengulanginya ‘kentang manis’ dua kali. Awalnya, aku tidak benar-benar serius memikirkannya. Tetapi sekarang, kata itu telah melekat dengan arti yang mendalam.
Kau memberitahuku kalau salah satu dari buku-buku yang kau baca menjawab pertanyaan tentang suka dan cinta. Dan kau sangat ingin mengetahui perbedaannya yang terlihat dari sorot matamu. Tetapi sekarang aku mengetahui jawabannya. 5 tahun adalah bukan waktu yang buruk untuk memberitahumukan? 5 tahun menelusuri perbedaan suka dan cinta.
Kadangkala ketika aku duduk di bangku kita selama menunggumu pulang sekolah, aku akan memikirkannya. Aku akan memikirkan hari pertama aku melihatmu. Aku akan memikirkan bagaimana pipimu akan memerah karena cuaca. Aku akan memikirkan bagaimana buku harianmu yang tidak pernah kau biarkan kumenyentuhnya lagi. Aku akan berpikir tentang saat kita duduk di bangku paling belakang bus bersama. Aku memikirkan permainan-permainan konyolmu. Aku memikirkan semua buku-buku yang kita sudah baca bersama di bangku kita. Aku berpikir tentang kunci dan lirik pada gitar yang kita kuasai. Aku memikirkan cincin besi yang ada di jari kita. Aku memikirkanmu...
Ketika engkau berada di tahun terakhir universitasmu dan aku berkutat untuk berusaha menjadi yang terbaik dibidangku, ini akan menjadi saat-saat yang tersulit untuk kita. Kita akan jarang bertemu satu sama lain. Tetapi waktu dan jarak tidak dapat menghampiriki kita dan apa yang kita rasakan satu sama lain. Semakin lama kita semakin dekat.
Kita tidak banyak membicarakannya tetapi kita berpikir kalau sesuatu telah ada dan akan selalu begitu.
Dan sekarang, aku akan memberitahumu apa perbedaan suka dan cinta.
Kecintaanmu akan guguma.
Seohyuna... bukankah ini terlalu gampang?
Bisakah kau hidup tanpa kentang manis? Ya, kau bisa. Tetapi kau tidak bisa, kau akan memilih untuk tidak. Seperti layaknya cinta, kau dapat hidup tanpanya namun kau akan memilih untuk tidak.
Jika hanya suka, kau akan membiarkanya...
I smiled to myself. He is right. I would surely choose not to live without sweet potato. And I perfectly understand what he meant. Could I live without him? I could...
Aku tersenyum kepada diriku sendiri. Dia betul. Aku benar-benar akan memilih untuk tidak hidup tanpa kentang manis. Dan aku mengerti dengan sempurna apa maksud perkataannya. Apakah aku dapat hidup tanpanya? Aku bisa...
Tetapi aku memilih untuk tidak...
Belakangan ini, aku akan melihatmu mengenakan gaun putih yang kau pilih dari majalah cantik itu...
Belakangan ini, aku akan mendengar kau mengatakan kata-kata yang aku suka dengar darimu...
Belakangan ini, aku akan memindahkan cincin besi itu dari jarimu...
Belakangan ini, aku akan menunjukkan kepadamu apa perbedaan suka dan cinta...
With this, I will wait by the altar for the woman on the phone booth. Hang up now, I will see you...
Dengan ini, aku akan menunggu di altar untuk wanita di telepon umum. Akhiri pembicaraan sekarang, aku akan melihatmu...
Belakangan ini...
Aku melipat suratnya dan meletakkannya di dos yang penuh dengan catatan untukku sejak pertama kali kita berbicara. Aku tersenyum dengan pemikiran bahwa mungkin ini adalah saat yang tepat untuk memberitahukannya bahwa beberapa kali aku berbicara telepon itu bohongan. Aku tidak berbicara kepada siapapun—hanya alasan untuk bertemu dengannya.
Aku berjalan dan memegang gaun pengantinku yang indah. Aku tidak dapat menunggu nantinya...pemikiran ini membuatku ketakutan.
Bagaimana kau melakukan ini kepadaku lagi? Membuatku menangis seperti ini ketika aku perlu mempersiapkan diri unutk resepsi hari ini.
----------------------------------
*kenchana? = baik-baik saja?
*Umma = Ibu
*Appa = Ayah
*Ne = Iya
*Guguma = kentang manis
No comments:
Post a Comment