Tuesday, October 12, 2010

“AKU DAN PACAR 5-HARIKU”

download pdf file here: AKU DAN PACAR 5-HARIKU.pdf




“AKU DAN PACAR 5-HARIKU”

BY CLUMSY@SOOMPI

TRANSLATE BY CHELZ

“Semoga permohonanku untuk tersenyum di sampingmu setiap pagi yang baru akan data terkabulkan; aku akan menunggumu...’jadi...aku harap kalian semua akan bermimpi yang indah malam ini, cintaku... saat ini DJ-mu akan meninggalkanmu dengan sebuah lagu dari DongBangShinKi, Picture of You(Gambaran dirimu)... aku akan berbicara lagi kepada kalian besok malam...saranghe...”

“Apakah kau mendengarkan itu?!Apakah kau mendengarnya?!

“Ya! Aku tidak tuli... dan bisakah kau menurunkan volume suaramu sekarang?” Aku mengomel sendiri dengan alunan suara Jaejoong.

“Bukankah dia yang terkeren?!”

Dia berteriak lagi. Dia memiliki suara yang wow, bukan wow dimana dia dapat mencapai nada tinggi atau sejenisnya, hanya aku tidak tau bagaimana dia dapat melakukannya seperti itu layaknya suara seorang laki-laki kadangkala suara yang betul-betul memekakkan telinga.

Sekarang teriakannya adalah ancaman terbesar buat gendang telingaku.

“Terkeren?! Terakhir kali kau mengatakan orang yang terkeren adalah Khun Oppa-mu... “ aku menghela napasku dan memutar pulpen di antara jari-jariku.

“Oh, dia berbeda! Ngomong-ngomong, aku katakan padamu, kalau besok malam kau harus mendengarkan Mimpi Indah, Cintaku!

Mimpi Indah, Cintaku. Urgh! Bahkan nama acaranya saja sudah membuatku merinding. Astaga!

Aku berdeham dan memutuskan untuk mengganti bahan pembicaraan. “Ngomong-ngomong, apakah kau sudah menyelesaikan PR Aljabar kita?”

Hening.

“Aljabar?”

“Ya? Seperti kita harus menyelesaikan 10 nomor soal?” Aku menjawabnya dengan nada serius.

“Ahhhh... jadi kau sudah selesai mengerjakannya?”

“Ya,” Dengan bangganya aku berkata, “selesai dalam waktu 3 jam.”

“Bagus! Jadi aku tidak mempunyai masalah lagi...”

“Ya!”

Dan dia memutuskan telepon begitu saja.

Namun aku menyayanginya. Dia adalh sahabat terbaikku untuk selamanya. Orang-orang akan berkata kalau kita berdua mempunyai kepribadian yang benar-benar bertolak-belakang itulah mengapa kita selalu bertengkar. Ketika dia hanya memikirkan hal-hal feminim, aku menolaknya—sebetulnya, tidak betul-betul menolaknya, hanya merasa alergi terhadap semua itu. Jadi sepertinya kita saling memahami kelemahan dan perbedaan masing-masing.

Dia adalah begini dan aku adalah begitu. Aku begitu dan dia begini.

Yoona.

Seohyun.

Mengherankan, kita senang menghabiskan waktu bersama dan berbicara dan melakukan banyak hal yang kita senang melakukannya. Bersama. Bagaimana? Sulit menjelaskannya dan aku tau kalau kita tidak hanya sahabat terbaik seperti ini saja. Jadi yah, bayangkanlah.

Dan seperti itulah yang sahabat lakukan, kita saling melindungi dan membantu satu sama lain. Apapun konsekuensi yang mungkin terjadi. Tetap melakukannya.

Namun aku tidak akan tau kalau semua itu akan berimbas kepadaku seperti ini.

“Yoona-ya...” Aku duduk disampingnya yang beralaskan rumput yang menggambarkan sore yang “murni”, “Mengapa bermuka cemberut?”

“Sebentar lagi ulang tahun ibuku. Aku masih belum mempunyai uang yang cukup untuk membeli kalung itu...”

Sejak hari dia melihat kalung itu, dia tau bahwa itu benar-benar dibuat untuk ibunya.

“Berapa yang masih kau butuhkan? Aku dapat meminjamkannya kepadamu...”

Dia menggelengkan kepalanya dan memberitahuku jumlahnya. Aku ternganga, “Sebanyak itu? Aku tidak mempunyai uang sebegitu banyak!”

“Tapi bisakah kau menolongku untuk memperolehnya?”

Tuhan yang baik, tolonglah aku dari dia yang mengeluarkan jurus mata memohonnya lagi sehingga aku hanya bisa mengangguk, “Ok...Ok...tetapi bagaimana caranya?”

“Bagus!”

Matanya bersinar. Mati. Aku

“Kau lihat, ini ada suatu kontes di radio yang selalu aku suruh untuk kau dengarkan dan mereka memberikan hadiah dan ini bahkan lebih dari itu dan aku dapat mendaftarkan namamu jadi kita bisa—“

“Woah! Woah! Pertama-tama, tenang dulu! Tunggu, bagaimana kalau kau mendaftarkan namamu saja?”

“Aku tidak boleh...”

“Kenapa?”

“Aku hanya tidak bisa”

“Makanya kau tidak boleh mendaftarkan namaku juga.” Aku mengoceh dengan biasa.

“Tapi Seohyuna! Ini semacam kompikasi. Khunie akan marah padaku...”

“Mengapa begitu?”

“Ini...Ini komplikasi...yah!Begitu saja! Ini adalah sesuatu hal yang wajar selama kami mempunyai hubungan seperti sekarang ini,” dia berhenti bicara, berpikir sejenak lalu berkata, “kau tidak akan bisa mengerti, ini adalah---“

“Masalah kekasih...” aku memahaminya sambil memutar bola mataku, “Terserah...”

“Jadi, kau ikut?”

“Apakah aku mempunyai pilihan lain?”

“Na-ah!”

Betul-betul, ide hebatku menyerang diriku.

~~~

“Bagaimana kau bisa melakukan ini kepadaku?! Kau harusnya memberitahuku sebelumnya! Kau mempunyai banyak waktu untuk itu!” Aku balik marah kepadanya. Dia adalah orang yang paling menjengkelkan dan menyebalkan yang kukenal. Aku bisa memakinya, aku bisa membunuhnya dengan melemparinya dengan semua bantal yang ada di dunia ini, aku bisa memanggil namanya, tetapi sial, aku mencintainya! Cinta yang kokoh mereka bilang.

Dia kelihatan sangat mengasihankan jadi aku duduk di sampingnya dan menendang bantal kesasar di lantai itu. “ mengapa kau tidak memberitahukannya kepadaku dari awal?” Aku memprotes dengan pelan.

“Aku benar-benar minta maaf. Aku hanya ingin memastikan ibuku bahagia dan aku berpikir kalau stasiun radio itu bisa memberikan hadiah itu saja dan melupakan tentang perihal kencan itu.”

“Aigoooo...”Aku menghela dengan frustasi, “Kau tau kalau aku tidak dapat berkencan dengan pria itu! Dan aku tidak akan pernah berkencan! Dan aku bahkan tidak ingin berkencan!” Aku meninggikan suaraku ke oktaf yang lebih tinggi lagi.

“Aku minta maaf, ok?”

Dia menangis lagi. Terakhir kalinya kita bertengkar yang menyebabkan kita menangis bersama kketika dia memasuki kamar ibuku dan mengambil dan menggunakan peralatan make-upnya. Aku dipukuli ibuku ketika ibuku mendapati kotaknya di kamarku jadi akupun balas memukulnya.

Sebenarnya, aku bisa mengatakan kepadanya untuk mengatakan selamat tinggal untuk kalung itu tapi aku tidak bisa. Ini sangat penting baginya dan aku tau darimana ini berasal. Ibunya adalah seorang aktris frustasi yang hanya mendapatkan peran-peran kecil di acara TV atau drama. Dia juga adalah wanita terglamor yang kutau, menyukai semua benda-benda kecil yang dapat membuat seorang wanita mengeluarkan aura kecantikannya. Termasuk perhiasa. Makanya, sahabatku akan melakukan apa saja untuk memberikan kebahagiaan seperti itu kepada ibunya.

Oleh karena Nyonya Im selalu memaksakan diri untuk diterima berakting, dia selalu meninggalkan rumah yang membuat Yoona lebih sering tinggal dengan kami. Ibuku selalu memberitahuku untuk mengerti keadaanya dan mencintainya lebih lagi karena kami berdua tidak mempunyai keluarga lainnya lagi. Walaupun dia lebih tua satu tahun dariku, aku selalu lebih bertingkah sebagai unnie. Kurangnya hanya dia tidak memanggilku begitu.

“Seohyuna…”

Dia berbisik dengan suara yang serak tetapi aku menolak untuk memandangnya.

“Aku minta maaf. Baiklah...kalau begitu kita tidak usah mendapatkan hadiahnya...”

Hatiku perih sepanjang aku berpaling kepadanya, “Apa yang kau bicarakan?”

“Ini adalah sebuah kesalahan. Aku tidak dapat membiarkan kau melakukan hal yang bertentangan dengan keinginanmu. Aku seharusnya tau yang lebih baik dari bertindak kekanak-kanakan seperti ini.”

“Maksudmu, kita tidak usah mengklaim hadiahnya?” Dia mengangguk jadi aku melanjutkan dengan halus, “kalungnya.”

“Itu hanyalah sebuah kalung. Selain itu, aku masih bisa menuliskan sebuah suratkan? Begitulah yang kulakukan setiap tahunnya dan kau akan membantuku kan? Kita akan membuatnya dengan indah sehingga Omma akan senang...”

Aku membenci diriku, betulan. “ Tidak.”

“Apa?”

“Kita akan mendapatkan hadiahnya. Membeli kalung itu. Merayakan ulang tahun ibumu. Dan, aku akan mengencani DJ terkeren itu!” Aku membeberkannya seolah-olah aku adalah orang yang paling beruntung di muka bumi ini, yang dalam kasus sebenarnya, aku tidak.

“Kau tidak harus melakukannya—“

Aku meletakkan tanganku disekelilingnya, “Tidak...aku ikut!”

“Kau yakin?”

Dia mengoceh sambil melepaskan diri dariku, “Aku ada di neraka! Selain itu, kau bilang ini hanya untuk 5 hari, kan?”

“Yah, hanya untuk 5 hari... tapi, kau akan sangat tidak menyukai hal-hal begini—“

“Lihat siapa yang bicara sekarang? Bukankah ini baru permulaan dari rencanamu yang besar itu?!” Aku berkata dengan penuh semangat, “Aku sangat menyukainya. Yoona-ya...”

“Apa?”

“Apakah kau yakin kalau mereka tidak akan membeberkan nama asliku dan mereka tidak akan membuntuti kita dengan kamera-kamera seperti acara-acara TV itu?” itu hanya 2 poin dari kelemahanku.

“Ya, , itu sudah termasuk di dalamnya. Selain itu, dia cowok terkeren dan mereka perlu memastikan keselamatanmu dari serbuan fans.”

Itu sangat menyebalkan.

“Namun jangan khawatir! Kau hanya perlu bersandiwara sebagai pacarnya hanya selama 5 hari senormal mungkin jadi tidak mungkin hal semacam itu terjadi.”

“Harus seperti itu kalau tidak...” aku menatapnya tajam.

“Arasso...” dia menjawabnya, “Aku bahkan menggunakan nama panggilanmu ‘SeoHyun’ bukanya Juhyun.”

Aku menghela napas. Dia akhirnya bisa menggunakan otaknya. Sebuah kasus yang mudah.

“Seohyuna...gomawo...”

“Jangan dulu berterima kasih kepadaku... aku masih belum selesai denganmu...” Aku memperingatkannya sambil bersiap pergi dan dia mengikut di belakangku.

“Tapi siapa tau kalian berdua akan co—“

Aku berbalik kepadanya dengan bersedekap pinggang, “Jangan pernah memikirkannya!”

“Oh ayolah, Seohyun... sampai kapan kau akan hidup menyendiri seperti ini?”

“Shush! Kau berhutang banyak padaku jadi diamlah!”

Itulah mengapa aku bisa terjerat ke kekacauan ini.

5 hari sebagai pacar Jung Yonghwa, DJ terkeren di kota ini, yang paling dicari setelah lulusna sarjana. Jutaan gadis-gadis di Korea akan rela mati demi berada di posisiku. Aku sangat beruntung hingga ingin mati rasanya. Dan untuk menambah penderitaanku, ibuku tersayang sangat menyukai ide ini setelah kuberitahu. Dia bilang bahwa ini adalah rencana yang sempurna untuk membentukku menjadi gadis normal berumur 18 tahun-yang tergila-gila pada pria, berdandan, pergi ke pesta, dan mempunyai pacar. Urgh!

Yang jelas-jelas bukan diriku.

Sekarang aku berjalan berdampingan dengan sahabat termanisku menuju stasiun radio dan bertemu dengan pacar ketidak-sengajaanku. Mari kita lihat apakah aku bisa menjadi tergila-gila pada kekerenannya dan terkagum dengan gayanya yang keren.

Menghela napas.

HARI PERTAMA: Bertemu PACAR LAKI-LAKIKU

“Ahhh...jadi kau gadis yang beruntung itu?”

Sekretaris yang gemulai itu tersenyum manis pada kami ketika kami menandatangani dokumen-dokumen untuk mengklaim hadiah uang itu dan mungkin, pacar laki-lakiku. “Uhm, bisakah aku menandatanganinya di sini dan tidak membubuhkan nama asliku?” Aku bertanya penuh harap dengan senyumku yang lugu (senyum yang sama yang kuperlihatkan apabila aku sangat ingin mendapatkan sesuatu dari ibuku) berharap bisa mempengaruhinya.

“Oh tentu! Jangan khawatir!”

Ini mengherankan karena yang saya tandatangani adalah dokumen-dokumen penting. Oh baiklah, setidaknya itu berhasil.

“sekali lagi selamat. Berpikir kembali, sebentulnya dia yang beruntung mendapatkan sesuatu yang cantik sepertimu...”

“Tidak,” ibuku juga mengatakan aku cantik. Aku tidak mengerti.

“Kau bisa menunggu di ruang tunggu. Aku pikir dia sedang rapat sekarang ini.”

“Kami akan, Terima kasih...”

Yoona lah yang senang saat kita membungkuk untuk bergerak pergi.

“Apakah kau bersemangat?”

“Waeyo?” Dia memberiku lagi senyum bodoh itu selagi kita duduk di kursi sofa yang berwarna hitam, “Aku terpuruk...”

“Eh...hentikan bersikap seperti itu...”

Dia memukul lenganku jadi aku memberinya senyum palsuku, “aeeaseoyo, Aku sangat bersemangat! Hanya memastikan aku tidak akan pingsan sangat dia keluar nanti, okay?”

“Baik...tapi benar-benar terima kasih atas semua ini dan semua masalah yang terjadi.”

Senyum Yoona sangat tulus hingga yang dapat kulakukan hanyalah mengangguk, “tapi kau berhutang 5 hari padaku selama aku harus bersandiwara dalam hubungan ini.”

“Terserahlah...Omo! itu dia datang!”

“Ya!Jangan pingsan!” aku bercanda tapi tiba-tiba denyut nadiku menjadi cepat ketika kudengar langkah-langkah kaki yang berjalan mendekat secara wilayah pandangku terhalangi oleh tanaman palsu itu. Yoona, di lain pihak, membawaku untuk berdiri jadi aku buru-buru merapikan rokku.

”Hi...”

Suara yang dalam itu hampir membuatku kaget sampai akhirnya aku melihat ke matanya. Dia berdiri setinggi hampir 180cm dengan rambut coklat yang sebagian berjatuhan di alisnya. Dan, oh, dia mengenakan anting-anting. Pria belakangan ini...tsk...tsk...

“Dua gadis yang cantik dan aku tidak dapat menebak yang mana yang bernama SeoHyn.”

“Ini dia...”

Bersyukur sahabatku mendorongku maju selagi aku terperangkap dalam lamunanku, “ye...tapi...dia yang...”

“Tapi, aku minta maaf, namun kami perlu memberitahumu sesuatu.”

Yoona menyelamatku dari kegugupanku dimana yang dapat kulakukan hanyalah diam dan menatap---melihatnya. Aku tidak melotot, ini buruk.

“Teruskan...”

Dia duduk dengan santai di sofa dan meminta kami melakukannya juga.

“Kau lihat, akulah orang yang mengirimkan namanya namun aku telah mempunyai seorang pacar. Kami hanya mencobanya untuk iseng semata dan tidak berpikir akan menang.” Dia berbohong.

“Oh benarkah?”

Oh, dia melihatku. Aku menelan dengan susah, “de...”

“Dan, Seohyun disini tidak mempunyai mantan—Awww! Apakah kau benar-benar harus melakukan itu!”

Yeah, aku menginjak kakinya, “Aku minta maaf soal ini tapi aku benar-benar tidak nyaman dengan ide tentang—“

“Maksudmu, kau tidak menginginkanku sebagai pacarmu selama 5 hari?”

MEngapa dia terdengar seperti tidak terpengaruh? “Sebetulnya, yeah...” dan Yoona menyikutku pelan.

“Hmmm... aku takut kalau kami perlu mengambil hadiah uang itu kembali.” Dia mengatakannya dengan senyuman tipis di bibirnya.

Dia berdiri dan aku dengan panik melihat ke mata temanku yang memohon, “hey tunggu...benar harus begitu?”

Dia mengangguk pasti.

Aku berpikir sejenak lalu kemudia berkata di sela napasku, “Oh...jadi, Aku—kami tidak mempunyai pilihan lainnya.”

Sial, dia tersenyum! Tidak sepenuhnya terpikir olehku dia akan melakukannya.

“Yeah...jadi?”

“Jadi...” Aku harap sahabat baikku akan menyelaku atau berbuat sesuatu. Aku berpaling padanya meminta bantuan tapi dia membuatku melihat padanya lagi—dengan tangannya yang dibentangkan.

“Hello...Namaku Jung Yonghwa, aku percaya kalau kau adalah pacarku.”

“Untuk 5 hari... Seohyun...” Aku berhenti lalu menerima jabatan tangannya. Ini sangat lembut dan dingin. Aku melepaskannya karena dia tertawa akan pengenalanku.

“Apakah itu benar-benar nama aslimu?”

“Karena ini hanya untuk 5 hari saja, sebaiknya kau menggunakan itu saja.” Sebetulnya, ini adalah nama panggilan yang digunakan oleh orang-orang yang dekat padaku saja, tapi dia tidak perlu mengetahuinya seperti itu.

“Eherm... Aku Yoona, sahabatnya.”

“Orang yang harusnya mendapatkan terima kasihku?”

Aku tidak sepenuhnya mengerti pertanyaan itu selagi mereka berdua tersenyum dan berjabat tangan, “Ok...apalagi sekarang?”

“Hmmm... Aku pikir, ini adalah waktuku untuk meninggalkan kalian berdua untuk lebih mengenal satu sama lainnya dengan baik...”

“Apa?Kau tidak boleh begitu saja meninggalkanku di sini...” Aku mengomel dengan suara yang terkontrol sambil bersandar pada lengannya untuk kehidupanku yang indah, “...dengan dia!”

“Jangan khawatir, aku tidak menggigit.”

Tuan DJ mengatakan dengan serius ketika Yoona menepuk kedua tangannya dan berpaling padaku dengan gembira.

“Syukurlah! Jadi aku bisa pergi sekarang? Khunie sedang menungguku di sekolah ...”

Aku menyayangi sahabatku tapi sekarang, aku sangat membencinya.

~~~

Keheningan yang aneh menemani kami selama beberapa menit selama kami duduk berdua muka ke muka di kafe yang hampir kosong itu. Aku masih dapat menolerinya tapi apa yang dapat kulakukan? Aku sudah ada di sini, kurasa aku tidak akan bernasib lebih buruk lagi.

“Jadi SeoHyun, mungkin kita dapat saling menceritakan tentang diri masing-masing.”

“Yeah, okay...” Aku berkata merasa jantungku ingin meloncat keluar, tapi dia hanya balas menyeringai.

“Mungkin kita bisa mulai dengan fakta dan pertanyaan/pernyataan. Aku mulai duluan. Umur. 20.”

“18.”

.

.

.

“Seharusnya kau menanyakan satu pertanyaan yang baru.”

Dia tersenyum. Tiba-tiba aku seperti orang bodoh, “hmmm... aku semester dua, di bidang pariwara.”

“Senior. Komunikasi Penyiaran. Pagi hari belajar dan men-DJ di malam harinya.”

“Pelajar sepanjang hari. Siapa yang memikirkan nama program itu?”

Dia tersenyum, baiklah. Bukan hanya tersenyum biasa tapi tertawa.

“Itu menyebalkan, kan?”

Aku menyeruput smoothieku sambil memperhatikan dia yang mengangguk, “sebenarnya ini...murahan. Maafkan aku...”

“Aku tau... syukurlah itu bukan saya. Aku adalah DJ untuk sesi ke dua, yang pertama sangt jelek.”

“Oh!”

Akhir dari pembicaraan.

Tick...

Tock...

Syukurlah banana split nya enak.

“ Apa tipe laki-laki idamanmu?”

Aku meletakkan sendokku kembali. Aku tau dia akan menanyakannya. Aku hampir menjawabnya seorang pelajar yang baik, anak yang baik dan orang yang baik. Jika ada satu yang seperti itu. “Aku tidak punya.”

“Huh? Betulan?”

“Yeah...kamu?”

“Mungkin aku harus memikirkan ulang seorang wanita idamanku. Kamu tidak pernah berpacaran sebelumnya?”

“Tidak...” Aku menikmati waktuku yang berharga menyendok sirup coklat yang manis itu. “Bagaimana denganmu?”

“Punya beberapa.”

“Betulan?”

“Maksudku, pernah beberapa kali dulu...”

“Ahhhh...”

“Ahhhh...”

“Jadi kamu tidak pernah melakukan apa yang biasa dilakukan oleh pasangan?”

“Tidak pernah...”

“Betulan?”

“Tidak pernah. Bahkan di dalam mimpi terliarku.”

“Aneh.” Serius mengatakannya.

“Jadi aku orang yang aneh.”

“Bukan seperti itu!”

Oops... aku berpikir terlalu keras, “Yeah, maksudku...yeah...aku sedikit aneh. Ini hanya...”

“Jangan khawatir, aku mengerti. Selain itu, jika aku mempunyai seorang adik perempuan, aku mau dia sepertimu.”

“Aneh sepertiku?” Aku menatapnya hingga dia tertawa sepenuh hati lagi.

“Bukan aneh sebetulnya, hanya seseorang yang tau prioritasnya dan, lucu. Kamu orang yang lucu.”

“Aku?” Aku merasa konyol, “Apakah itu sebuah pujian?”

“Tentu saja! Lucu dalam pengertian yang baik. Maksudku adalah bisa membuat orang bahagia.”

“Ahhhh...” Aku menyukai banana split.

“Karena kau tidak pernah berpacaran sebelumnya dan tidak pernah mengalaminya satu kalipun, bagaimana kalau kita memainkan peran ini selama 5 hari?”

“Apa maksudmu?”

“Kita bisa berlaku layaknya kita mempunyai hubungan kasih. Mengatakan apa yang pasangan katakan. Lakukan apa yang pasangan lakukan.”

“Omo!” mataku membesar tidak mempercayainya. Aku tidak menyukai apa yang di pikiranku. Pria ini sangat menikmati dirinya sendiri.

“Dengan keterbatasan, itu adalah...”

“Seperti berpegangan tangan?” oh Tuhan, dia membuatku gugup. Apakah aku menyatakan apa yang seharusnya tidak kukatakan?”

“Sesuatu seperti itu.”

“Aku tidak tau jika aku akan merasa nyaman dengannya.”

“Kalau begitu kita tidak akan melakukan hal-hal yang membuatmu tidak nyaman melakukannya.”

Whew. Menghela napas. Batu. “Oh...okay...kalau begitu apa yang akan kita lakukan?”

“Hanya seperti ini. Makan di restoran, berjalan di taman, menonton film, berbicara...”

“Hanya itu?”

“Hanya itu saja. Kecuali...kamu menginginkan lebih?”

Oh, aku menghiburnya, “Maksudku, kita tidak akan memakai kaos pasangan kan? Terutama kaos kaki pasangan...?

“Kita bisa jika kamu menginginkannya...”

Aku mengangkat garpuku, “Oh tidak!Terima kasih tapi tidak...oh tunggu. Apakah kita harus menemui keluarga masing-masing? Maksudku Yoona sangat gugup ketika Nichkun memberitahunya kalau dia akan membawanya ke rumahnya dan bertemu dengan orang tuanya.”

“Aku bisa bertemu dengan keluargamu. Keluargaku tinggal di Busan. Jauh.”

Aku bernapas lega, “Aku pikir itu tidak perlu karena ini hanya untuk 5 hari saja.”

“Yeah, apapun yang pacarku inginkan.”

Apakah dia mengatakannya? Sial, “oh...okay...”

“Kita bisa pergi ke taman bermain.”

“Betulan?”

“Kamu menyukainya?”

“Yeah!” okay, taman bermain membuatku berbinar.

“Okay, bagus. Kita akan pergi ke sana.”

Setidaknya dia adalah pria yang baik. Kami melanjutkan makan dengan berdiam diri setelahnya dengan hanya tersenyum jika mata kami saling bertemu. Aku tau ini bukanlah hal yang baik dilakukan tetapi aku memutuskan untuk mempelajarinya tanpa diketahui olehnya. Dia mempunyai sepasang mata tersenyum, yang membuatmu terpana menatapnya tapi hanya memastikan dia tidak mengetahuinya. Tingginya baik juga, aku adalah perempuan dengan tinggi yang melebihi gadis-gadis seumuranku jadi au lega ketika tau dia lebih tinggi dariku. Apakah tidak aneh berjalan dengan pacarmu yang menggunakan sol?

Aku tidak pernah memperhatikan suaranya di radio karena hanya kudengar ketika aku berbicara dengan Yoona di telepon. Namun, mendengarkannya berbicara membuatku sedikit penasaran mengapa dia menjadi ‘DJ terkeren’.

“Ehem...”

Dia berdeham pelan yang hampir membuatku terlompat. Apakah dia merasakan apa yang kulakukan?

“Jadi, Seohyun, apakah kau mendengarkan acara radioku?”

Uh-oh.

“Kau harus mulai mendengarkannya.”

Dia tersenyum lagi kemudian mengalihkan perhatiannya kembali ke makanannya. Mungkin itu bukanlah ide yang buruk. Mungkin pada akhirnya aku bisa mengerti semangat Yoona ketika menceritakan kisah cintanya.

Manis.

-----------------------------------------

HARI KEDUA: Oppa?

Aku membuka mataku dan menatap ke jendela. Sekarang sudah memutar siaran pagi yang artinya aku tertidur bahkan sebelum acara radionya mulai. Aku sebetulnya tidak berjanji akan mendengarkannya karena aku sibuk mengerjakan prku dan biasanya aku memutar Mozart sepanjang masa belajarku. Namun, aku tidak memberitahunya bahwa aku akan mencobanya.

Aku memutar radio itu tepat di jam 11 setelah menyelesaikan bacaanku sambil berbaring di tempat tidurku. Aku jatuh tertidur setelahnya. Aku menghapus sisa ngantuk dari mataku dan mematikan radio dan menggantinya dengan CD.Ah, Mozart di pagi yang indah ini. Aku duduk dan mencari bukuku. Setelah beberapa bagian, aku berbenah dan bersiap ke sekolah.

Setelah kelas pagiku selesai, aku tinggal di sekitar lapangan untuk membaca pelajaran kelas selanjutnya. Aku sangat menikmati kesendirianku ketika--

“JELASKAN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

Teriakan itu tidak perlu ditebak atau bahkan berbalik melihat siapa itu jadi aku tetap berdiam membaca bukuku di bawah pohon favorit kami. Dia duduk di depanku dan menarik bukuku.

“Ya...hentikan teriakanmu...” aku katakan dengan tegas tapi dengan suara yang pelan.

Apa yang terjadi? Ceritakan secara rinci kepadaku!”

“Rincian apa?” aku mengambil kembali bukuku dan mencoba mencari di halaman yang kacau itu.

“Kencanmu dengan pacarmu yang tampan!” Yoona nyengir.

“Oh itu...” aku menjawabnya ringan dan menyerah mencari halaman yang sedang kubaca tadi. “ baik-baik saja. Aku tidak berharap itu bisa dikatakan kencan. Lebih seperti apa yang biasa kita lakukan atau apa yang biasa kulakukan ketika aku makan di sebuah restoran dengan orang lain.”

“Oh ayolah! Kamu sangat dingin!”

“Ya! Jangan gunakan kata itu disini!” Aku memandang sekeliling berdoa semoga tidak ada seoranganpun yang mendengarnya lalu aku berbalik kepadanya, “dan aku tidak di—BEGITU!”

“Oh yeah you are!”

Mulai lagi, Aku memutar mataku. “Tapi sebetulnya aku memberitahumu yang kebenarannya! MEngapa aku harus berbohong tentangnya?!”

“Kamu benar, kurasa,” Yoona berkata serius, “tapi kamu tidak merasakan kupu-kupu di perutmu bergejolak,kan?”

“Kupi-kupu? Apakah aku harus merasakannya?”

“Aigoo, Seohyuna!”

Dia memukul dahinya sendiri; itu pasti sangat menyakitkan, “Wae?”

“Biasanya menjadi naif lucu, tetapi kadang, benar?”

Okay, aku adalah orang yang naif, aku mengakuinya. Hanya saja, “Yoona-ya...karena aku tidak tau apa yang kuhadapi dan karena ini semua adalah salahmu. Mengapa kamu tidak membantuku?”

“Seohyuna, aku tau ini salahku tapi,” dia berkata dengan nada yang serius, “tapi jika kamu berencana melarikan diri darinya, tidak ada caraku untuk menolongmu!”

Dia melototiku tapi aku aku sebetulnya suka menggodanya dan akhirnya aku mengetawainya, “tidak, bodoh!Maksudku setidaknya beritahu aku apa yang harus kurasakan.”

“Itulah mengapa kamu harus mulai menonton film-film romantis!”

“Aish! Aku tidak punya waktu untuk itu!”

“Okay, baiklah...aku hanya akan memberitahumu apa yang bisa kau lakukan dan tidak kau lakukan,” dia berkata sambil memutar matanya, “sediakan notebookmu. Kau akan memulai secara resmi 101 Kencan dengan Professor Im!”

“Yeah betul...”

Sesaat setelahnya.

“Aish chincha! Seohyuna, apakah kamu yakin kamu ingin mempelajarinya?! Berhenti mengulangi apa yang kukatakan! Kau orang yang keras!”

“Tapi aku tidak mengerti! Mengapa aku harus menganti nada deringku dan nada panggilku dengan suaranya dan mengatur wallpaperku dengan gambarnya? Dan meneleponnya setiap jam? Menanyakan padanya apakah dia sudah sarapan, makan siang, malam dan cemilan? Apakah dia berkeringat? Untuk membicarakannya, aku bukanlah ibunya! Dan aku bukan kamu dan dia bukan Khunie-mu!”

“Ya! Apakah kamu ingin bantuanku atau tidak?! Dan jangan bawa-bawa Khunie dalam argumentasi ini!”

Pelototannya adalah peringatan terakhirnya yang membuatku harus tutup mulut dan mendengarkan. Apa yang kuharapkan? Aku hanya menekan tombol yang bernama Khunie.

Dia menarik napas dan memulainya dengan tenang, “Okay, kamu tidak perlu melakukan hal-hal yang kukatakan. Hanya yang sederhana saja. Seo Ju Hyun, ulangi lagi.”

“Arasso,” aku cemberut kalah dan membaca catatanku dengan lesu. “Senyum yang banyak. Ceria. Jangan cemberut. Berhenti membaca ketika dia memberitahumu sesuatu. Bertindak antusias—“

“Bukan itu yang kukatakan,” dia melambaikan jarinya.

“Tertariklah dengan apa yang dikatakannya. Jangan membicarakan politik kecuali dia yang memulainya. Jangan mendiskusikan masalah hukum gravitasi atau rumus persamaan Einstein yang terkenal itu, singkatnya, jangan membuatnya mati kebosanan. Lakukan sesekali aegyo...aigoo...”

Apa?!” dia meresponnya dengan ketawa terbahak.

“Kamu tahu aku tidak melakukan aegyo!”

“Kalau begitu Ini saatnya kamu mulai melakukannya...”dia tersenyum.

“Kalau begitu aku sudah tidak tertolong lagi...”aku meletakkan daguku di tanganku.

Tidak sepenuhnya...mengapa kamu merasa begitu?”

“Hanya merasa bersalah padanya. Dia berhak mempunyai pacar yang adalah gadis normal, bukan gadis aneh sepertiku...” Aku menyembunyikan mukaku di tanganku dn merasakan Yoona duduk di sebelahku.

“Eh, jangan begitu...” dia meletakkan kepalanya di bahuku, “selain itu, ini hanya berlangsung 5 hari jadi jangan khawatir tentangnya. Dan kau bukan orang aneh! Tunggu.”

Dia menarikku, “Apa?”

“Apakah kalian bertukar nomor?”

“Tidak...” aku mengedipkan mata dua kali.

“Aigoo...”

~~~

Aku benar-benar mencoba fokus pada buku yang ada di depanku tapi aku tidak dapat berhenti memikirkan ide itu. Seharusnya hal ini membuatku senang, aku memarahi diriku. Mungkin pria itu memutuskan untuk tidak melanjutkan kencan ini. Mungkin begitu! Aku tersenyum, aku membalik bukuku.

“Ju Hyun, seseorang mencarimu di luar.”

Ini adalah Hu Min teman kelasku di manajemen. Merapikan barang-barangku, aku memutuskan meninggalkan perpustakaan karena sudah saatnya aku pulang ke rumah. Omo! Itu dia berdiri di depan, bersandar pada satu loker dan sepenuhnya memperhatikan sesuatu di lantai sehingga dia tidak mengetahui kehadiranku.

Aku berhenti merapikan buku dan notebook di tanganku dan gerakan yang tiba-tiba ini mennyebabkan dia akhirnya melihatku. Pikiranku tiba-tiba kosong hingga pikiran untuk lari meninggalkannya singgah sejenak di pikiranku ketika dia mengangkat tangannya.

Keterkejutannya, begitupun denganku, aku menarik tangannya dan menariknya ke pojokan. “Apa yang kamu lakukan di sini?”

“Aku di sini untuk menjemputmu,” dia menatapku dengan ekspresi yang aneh.

“Apa? Maksudku, mengapa?” aku lanjutkan berbicara dengan nada berbisik.

“Kamu adalah pacarku,” dia nyengir, “dan kita sudah berjanji kemarin kalau kita akan melakukan apa yang biasa dilakukan oleh pasangan.”

“Tapi kau tidak boleh datang kemari! Orang-orang mengenalmu! Dan bagaimana kamu tau aku ada di perpustakaan?”

“Ya... sebentar dulu...”

Apakah dia serius? Selalu tersenyum?

“Baiklah, untuk menjawab pertanyaanmu...SeoJuHyun. Aku mendapatkan nomor Yoona di daftar kontes. Dan yang terkenal adalah suaraku. Bukan mukaku...”

Apakah dia tidak menyadari bahwa wajahnya adalah wajah yang akan digilai oleh ‘gadis normal’? Namun, aku perlu menenangkan diri jadi aku menarik napas dalam, “okay...tapi kamu tidak dapt menjemputku di sini. Aku tidak ingin menarik perhatian banyak orang.”

“Apakah kita menarik perhatian?”

Apakah dia hanya memancing amarah? “Sebetulnya, aku tidak tau soal itu. Tapi, biasanya aku bukanlag tipe orang yang berjalan kaki, apalagi dijemput oleh seorang ‘pria’ di sekolah. Kau mengerti maksudku, kan?”

“Baiklah...” dia menganggukkan kepala layaknya seorang anak sekolah, “namun mumpung aku sudah di sini, bisakah kita keluar dari sini sekarang?”

“Baik! Untuk mengakhiri semua ini... “ aku berbisik pelan seraya berjalan di depannya. Aku berbalik ketika aku merasa dia mencoba mengejarku, “satu permintaan....tolong, berjalanlah di belakangku atau di depanku...”

Terima kasih Tuhan dia berhenti dan bergerak hanya beberapa inci dariku. Beberapa gadis sibuk berbisik dan bergelak dan itu membuatku tidak enak. Aku hanya berharap mereka tidak akan tau kalau aku bersamanya atau aku akan mati karena malu.

“Apakah kita okay sekarang?” dia menangkapku seraya aku melanjutkan jalanku di lantai semi tanah di luar Universitas.

Aku mengangguk setelah mengecek sekeliling kosong, “aku pikir begitu... ngomong-ngomong, apa yang harus kita lakukan sekarang...?”

“Hmmm... kita lihat. Aku punya tiket nonton gratis. Kita bisa menontonnya sekarang kalau kau sempat.”

“Okay.”

“Okay? Betulan?”

Sekali lagi, dia seperti keheranan, “Kau menyarankan begitu jadi yah, mari nonton film.”

“SeoHyuna, aku bilang aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal yang tidak nyaman kau lakukan...”

Aku berbalik kepadanya mencoba mencari tau apa maksudnya. “Apa?”

“Tapi hanya kali ini.”

“Kau menakutiku...beritahu aku sekarang ketika aku masih sempat melarikan diri...” giliranku menghilangkan suasana tidak enak itu. Itu berhasil! Dia tersenyum kembali.

Dia berdeham lalu melanjutkan, “panggil aku Oppa... bisakah kau melakukannya?”

Aku hampir tertawa. Aku bukanlah penggemar hal-hal yang romantis dan berdasarkan pengetahuanku cewek-cewek memanggil pacar mereka Oppa di Korea walaupun mereka seumuran. Memanggilnya begitu sangat normal karena dia benar-benar lebih tua dariku. Modis. Aturan. “Tentu saja! Kau adalah Oppa-ku!”

Itu benar-benar membuatnya tersenyum.

~~~

Film itu berkisah tentang dokumentasi lama mengenai perang. Aku mencoba untuk tidak berkomentar dengan seleranya karena mungkin saja dia berpikir kalau ini adalah sesuatu yang akan membuatku tertarik. Walaupun, sebenarnya begitu, Aku merasa sedih melihatnya memperlakukanku sampai sedemikian rupa. Dia harusnya membawaku menonton film biasa yang di mana pasangan-pasangan biasa nonton, aku tidak akan mengeluh. Untuk menghargai usaha kerasnya.

Kita membicarakan tentang film itu seraya berjalan menuju rumah kami. Dia adalah orang yang sangat suka beropini dan aku menyukainya. Tidak dalam level suka yang begitu. Dia bahkan berdebat denganku tentang beberapa isu dan aku sangat menghargainya. Aku tidak akan menyukai seorang pacar yang hanya mengangguk dan percaya apapun yang kupercayai. Itu bukan karena aku sebenarnya menyukainya sebagai pacarku.

Oh boy! Apakah aku berdebat dengan diriku sendiri disini?

Malam setelahnya, aku menerima pesan darinya. Yeah, kami bertukar nomor kali ini dan Yoona sangat gembira!YaY!

Yong DJ sedang siaran. Nyalakan radiomu.

“Aku tidak bisa. Aku masih di luar bersama ibuku, aku minta maaf, Oppa.” Aku bohong.

Okay. Dengarkan kalau kau bisa.

Aku memutuskan untuk tidak mengirimkan pesan balasan lagi tapi menyalakan radio. Dia sedang memutar lagu berirama cepat, yang akhir-akhir ini disukai Yoona. Aku berbaring menatap langit-langitku sambil berusaha mengingat liriknya. Lagu itu berkisah tentang seorang cewek yang mencintai seorang lelaki dan menyatakan perasaannya kepadanya. Ini sangat enak didengar yang bahkan akupun bersenandung mendengarnya...tetapi tertawa memikirkan akan tersedak pada bagian chorus nya.

Oh oh oh oppareul sarange!

Ah ah ah manhi-manhihae!

Akhirnya, dia mulai berbicara ketika lagu itu selesai. Dia membacakan beberapa pesan teks dari pendengar dan menjawabnya. Suaranya benar-benar menimbulkan perasaan yang lain ketika mendengarkannya secara langsung. Tapi aku lebih menyukainya dibanding melihat wajahnya karena itu aneh, mendengarkan suaranya tanpa menatapnya.

Feelgoodgirl mengirimkan sebuah pesan, ‘Yong DJ, di tempatku saat ini sedang hujan. Aku betul-betul ingin tidur sekarang tapi tidak bisa. Aku harus mendengarkan suaramu.’

Orang yang konyol, aku menghela. Dia tertawa.

Baiklah, feelgoodgirl, cobalah bertahan sedikit lagi, karena aku akan mengucapkan selamat tinggal beberapa menit lagi dari sekarang. Okay, pesan selanjutnya... from ring12 berkata, ‘Oppa, apakah kau bertemu dengan pacarmu hari ini? Bagaimana tampaknya? Aku sangat cemburu saat ini! Tolong beritahu aku apakah aku lebih cantik darinya...kekeke’

Aku tersenyum sendiri dan menunggu, penasaran dengan apa yang akan dikatakannya. Aku tidak tau kalau aku sangatlah tidak sabaran tetapi ketika dia berdiam sejenak.

Aku betulan tidak tau jika dia lebih cantik darimu. Semua yang bisa kukatakan, pacarku cantik. Dia mempunyai rambut panjang yang indah, sepasang mata almond. Ya... aku bisa dengan jelas membayangkan wajahnya yang tersenyum....

Jantungku berdebar, baikkah?

...Mulanya, aku sangat tidak yakin dengan kontes itu. Seperti yang kalian semua ketahui, aku selalu mengatakan kalau itu ide yang aneh. Tapi aku sangat bersyukur bertemu dengannya dan temannya...

Okay, untuk pesan teks selanjutnya. X_sdfg, ‘hyung! Kau mendapatkan seorang cewek cantik? Bisakah kau membuat kontes lainnya dan mendapatkanku seorang yang cantik juga? Bagaiman dengan teman pacarmu?’

Aku tertawa membayangkan Yoona yang mungkin sedang mendengarkannya juga. Dan dia juga tertawa.

Aku takut temannya sedang menjalani hubungan yang bahagia sekarang ini. Tarik itu kembali, aku bahagia dia sedang menjalani suatu hubungan. Mungkin kita bisa pergi kencan ganda? Bagaiman menurutmu? Yes kau, aku sedang berbicara kepadamu dan aku berharap kau mendengarku.

Aku mengambil teleponku. Seraya dia melanjutkan membicarakan tentang, siapa lagi?

AKU!

Dari...

Jeda.

...gugumalatte... hmmm... guguma latte, nama yang aneh. Orang ini menulis, 'Yong DJ, jika pacarmu mendengarkanmu saat ini, dia pasti merasa berterima kasih atas kata-katamu dan senang dengan pemikiranmu tentangnya.

Nadiku rasanya tidak normal memompa darah ke jantungku seraya membaca pesanku.

Majo, aku sangat berharap dia begitu. Jadi inilah akhir pembicaraan kita malam ini. Sangat menyenangkan berbincang dan berbagi hal ini dengan kalian semua. Dan untuk kau, seorang yang ingin dikenal sebagai tak dikenal, aku sangat senang bersama denganmu. Aku tidak akan bertemu dengan seorang yang lebih pintar darimu. Lucu dengan caramu sendiri. Dan cantik walaupun tanpa berusaha—tanpa menyadarinya. Aku berharap kau tetap bersinar di mataku...

Ottoke!

Tiba-tiba dia tertawa. Kedengarannya seperti tertawa gugup, aku tidak tahu.

...Ini rasanya aneh berkata demikian, tapi kau adalah pacarku, kan? Seperti yang kukatakan kemarin malam, akhirnya, akan ada seseorang yang akan kudedikasikan lagu ini kepadanya...’Seperti bunga yang tidak tampak-seperti senyuman yang bersinar seperti bintang, aku akan menjaga keindahannya...’ di sini Yong DJ akan meninggalkanmu dengan sebiah lagu dari DongBangShinKi, Picture of You...Aku akan berbincang dengan kalian besok malam... dan aku akan menjumpaimu...saranghe...”

Teleponku mulai berdering nyaring. Itu adalah telepon dari Yoona dan aku sebetulnya tau kenapa dia menelepon. Aku menyimpan benda itu di bawah bantalku dan mematikan lampuku.

Sigh.

--------------------------------

HARI KETIGA : Berkendara menuju Matahari terbenam

“Seohyuna! Illuwa! Seseorang mencarimu!!!!”

Aku menonton keroro dan kemudian...

Aku terduduk dan menyentakkan kepalaku dengan uapan. “Jumat... uhm!” aku menguap seraya melihat jamku. 6:25. Masih sangat pagi, jadi aku melompat ke tempat tidurku lagi dan menarik selimut menutupi hingga kepalaku dan mencoba tidur sejenak—

Tunggu...

Ibuku baru saja memanggilku? Aku terduduk dan mendengarkan sejenak. Mungkin itu bagian dari mimpi... jadi “... haaaaa... beberapa menit lagi...”

“YA!”

Aku terduduk sebelum badanku sempat menyentuh tempat tidur. Itu bukanlah mimpi. Dan dia memanggilku lagi, aku bertaruh dia sedang berdiri di tangga menungguku menunjukkan diriku.

“Seohyuna! Panggilan terakhir dan aku akan menarikmu keluar dari sana, gadis muda!”

“Arasso!” aku mengomel balik, “Ini masihlah sangat pagi, Umma!” aku berteriak seraya mengikat rambutku dengan sembul acak.

“Jangan mengatakan pagi kepadaku! Ya! Ini bukanlah salahku orang ini menemuimu di sini sepagi ini!”

Whatta?! Seseorang?! Ottoke! Ini tidak mungkin terjadi! Aku menampar wajahku tiga kali dan suaranya kembali lagi dari semalam! Waaaaaa! Tidak mungkin aku bisa keluar menemuinya!

“SEOOOO…HYUN!!!!!!!!!!”

Aigo, aigo, aigo…

Satu…dua…tiga…

Aku menyembunyikan wajahku lebih dalam lagi di bantal sampai--

SMACK!

Awwww! Aku meringis kesakitan dan berbalik menemukan ibuku dengan semua rol yang ada di kepalanya dan Yoona tercintaku berguling di lantai sampai terbahak-bahak. “YAAAAHHHHHH!”

Aku mencoba berteriak jengkel. “Apa yang kau pikir kau lakukan?”

“Seohyun...seohyun... kau harusnya melihat dirimu sendiri!” kata-kata sangat sulit keluar dari mulutnya karena ketawanya. Dan tertawa ibuku seperti seorang nenek.

“APPA!!!!!” aku mengomel menendang ke udara. “Mengapa???? Mengapa kau meninggalkanku secepat ini?!

“Aigoo..” Ibuku duduk disampingku dan menarik selimut tempatku bersembunyi, “Ddonggang aegiya, kau pikir siapa yang datang menemuimu sepagi ini?”

“Jangan bicara kepadaku...” aku mengoceh hampir tertutup oleh bantal. Aku merasakan berat tubuh Yoona di atas badanku seraya berbaring di atasku lagi, ‘awww! Unnie! Pergi dariku!”

Itu adalah beberapa momen yang jarang hingga aku memanggilnya begitu—keika aku sangat jengkel. Dengannya atau sangat sedih. Saat ini, aku berada dalam keduanya.

“Aigoo...” Yoona menarik tanganku untuk berdiri namun aku membiarkan rambutku menutupi wajahku, “kami minta maaf...”

“Ya! Kenapa kau bersekongkol melakukan hal ini kepadaku?!” Aku mengomel karena aku mendengarkan kikikan mereka.

“Selamat pagi, kesayanganku,” ibuku menyikirkan rambut dari wajahku dan meletakkan tangannya di pipiku, “uri Seohyuni sedang memikirkan seorang pria saat ini?”

“AKU.TIDAK!”

“Aigoo... aku mendengar acaranya tadi malam dan dia mengatakan hal-hal yang baik tentang uri Seohyun. Apakah kau dengar Yoona?”

“De... dia benar-benar sangat manis dan sangat tampan!”

“Lebih tampan dari Nickhun?” aku melotot kepadanya.

“Tidak setampan Khunie Oppa!”

“Aigoo, cewek-cewek ini, akhirnya berdebat tentang pacar siapa yang lebih tampan!”

“Aniyo!” betul-betul kedua orang ini!

“Seohyuni, Aku pikir Yong DJ ini adalah cowok yang baik, mengapa kau tidak mengundangnya ke mari jadi setidaknya aku bisa mengenalnya.”

“Tapi mom! Ini hanya pacaran bohongan dan hanya untuk 5 hari saja...yang akan berakhir tanap kutau...”

“Tetap saja, biarkan dia datang kemari dan aku juga akan berpura-pura sebagai ibu mertuanya selama 5 hari!”

“Ottoke… aku akan jadi gila karena kalian berdua....tolong tinggalkan aku sendiri!”

~~~

Aku berjalan dengan lunglai di lapangan terbuka sekolah tanpa tujuan. Aku belum mau pulang ke rumah karena ibuku pasti akan meributiku untuk mengajak Oppa datang dan makan dengan kami. Aku tidak mau mencari Yoona karena dia juga pasti akan memaksaku untuk kencan ganda. Dan aku sangat capek membaca.

Sigh.

“Seratus untuk pikiranmu?”

Aku hampir terselip kakiku sendiri seraya berbalik mendapatkan dia berjalan di belakangku—tangannya berada di kantong jaketnya.

“Oppa… bagaimana—“

“Bagaimana aku mendapatkanmu di sini?” akhirnya dia berkata seraya berjalan di sampingku dan melihat ke sekeliling, “Aku hendak meneleponmu untuk keluar dan bertemu denganku di sini tapi aku melihatmu jalan jadi aku mengikutimu.”

“Kau mengikutiku sejak tadi?” Aku berlari menjauh 2 inci darinya dan berjalan mundur jadi aku bisa menatapnya sambil berbicara.

“Hmmm… tidak dalam waktu yang cukup lama, aku hanya memastikan tidak ada seorangpun yang akan melihat kita,” dia mengedipkan mata dengan senyum mautnya.

Ini terlalu tiba-tiba sehingga aku hanya tersenyum sendiri dan berbalik ke arah yang berlawanan.

“Seohyuna, ayo pergi ke tempat lain hari ini.”

Dia berkata di belakangku jadi aku menjawab tanpa melihatnya, “ke mana?”

“Kau akan tau kalau kita sudah ada di sana...kaja...”

Dia berkata dan aku terkejut ketika tangannya memegang tanganku, menarikku dengan lembut ke sebuah parkiran. Seketika, perutku melilit.

Apa maksudnya ini?

Aku lapar.

“Oppa, bisakah kita membeli sesuatu untuk dimakan di perjalanan?”

“Tentu…”

Aku melihat sekeliling mencoba menebak yang mana mobilnya seraya berjalan. Dan dia—memegang tanganku. Pada awalnya, Yoona bilang aku akan merasakan sesuatu tapi aku dapat merasakan perutku bergejolajk jadi, aku hampir normal seperti biasanya.

Dia berhenti di depan sepeda motor dan mengambil 2 helm—satu hitam dan satunya putih.

“Kita naik ini?”

“Kita naik ini...” dia dengan bangga menepuk kursinya lalu melihat serius ke arahku ketika aku tidak menjawabnya, “wae? Apakah kau pikir Oppa orang yang kaya?”

“Aniyo!” Aku menggelengkan kepalaku lalu menjawab, “Hany saja...” aku memikirkan sejenak tapi, oh baiklah. “Kau tau betapa membahayakannya mengendarai sepeda motor di ketinggian?” Dia menatapku heran jadi aku hanya tersenyum, “aniyo...kaja!”

Akhirnya, dia tertawa seraya memasukkan helm putih ke kepalaku, “okay, Seohyun-ssi, aku akan memastikan keselamatanmu selama mengendarai motorku, okay?”

“Kalau begitu kupikir aku bisa mempercayaimu.”

“Bagus...naiklah.”

Dan begitu aku naik dan mengetahui bagaimana berkendara dengan benda ini. Aku sangat khawatir di mana tanganku akan kuletakkan ketakutan akan hidupku jika aku tidak berpegangan di salah satu bagian dari punggungnya. Bahunya adalah yang paling aman.

“Siap?” Dia bertanya dan aku menjawabnya dengan gugup ‘yes’ dan mesinpun berdengung seperti perutku.

Awalnya aku ketakutan dan meneriakkan ‘omo! Omo! Omo!’ sepanjang perjalanan dan hanya berhenti ketika aku menyadari kalau benda ini ‘cukup ama’ hingga dia berbicara sesuatu yang tidak terdengarkan.

“YA! KJHFRU2@RHGER%KGP*EIYXC#B??!”

“APA???”

“AKU BILANG, BISAKAH KAUSEDIKIT RILEKS? KAU MEMBUAT LUBANG DI BAHUKU!”

“OH! AKU MINTA MAAF!”

~~~

Aku melihat anak-anak yang berlarian mengelilingi taman bermain disertai orangtua mereka yang memperhatikan mereka dengan raut kecemasan. Bebrapa pasangan menikmati makanan ringan mereka di meja persegi yang ada di stasiun makanan di taman. Perhatianku tiba-tiba tertuju pada seorang bapak yang mencoba mengajarkan anak perempuannua bagaimana cara bermain baseball dan aku menemukan diriku tersenyum.

Dahulu, aku adalah anak perempuan itu, mencoba keras untuk mengayunkan bat dengan usaha terbaikku. Aku menyingkirkan pemikiran itu ketuka aku menyadari dia melihatku dengan mata menerawangnya jadi aku hanya tersenyum dan memakan ddukbukki ku.

“Melihat mereka membuatmu teringat seseorang?”

“Aku terkesan,” aku bergurau dan dia mengerti maksudku, “ani... aku hanya teringat ayahku...kami biasanya main baseball juga dan dia biasa membawaku menonton pertandingan.”

“Apakah kau masih menonton pertandingan bersamanya?”

“Kupikir aku akan jika dia masih ada di sini...”

“Maafkan aku...” matanya membelalak terkejut. “Kau bisa memberitahuku jika kau ingin... mungkin dia mau juga tapi dia tidak bisa. Hanya bisa memikirkan kalau dia berada di tempat yang lebih baik sekarang ini...”

Aku menganguk, menggit bibirku tetapi tetap tersenyum, “oh tolonglah... aku sangat susah berbohong!”

“Apa maksudmu?”

“Dia meninggalkan kami... Sebetulnya, ibuku bilang kalau dia meninggalkannya, bukan saya. Tapi, apa bedanya? Dia meninggalkan dia, dia meninggalkan aku...”

“Aku minta ma—“

“Yeah, itulah mengapa orang lain berpikir kalau ia sudah meninggal. Tetap masih sangat sulit menerima kenyataan itu, masih membutuhkan segenap usaha untuk terbiasa dengannya...”

“Kau pasti anak ayah...”

“Hmmm… sebelumnya mungkin, tapi sekarang aku adalah anak ayah yang baru.” Aku menambahkan mencoba mengubah atmosfir, “Aku tidak dapat percaya aku mengatakan semua ini kepadamu...ngomong-ngomong aku masih membencinya.”

“Itu dapat dimengerti...” katanya dengan tenang, “apa yang membuatmu sangat membencinya?

Apa yang membuatku sangat membencinya? Itu pertanyaan yang sangat sulit kujawab karena semuanya tertulis dalam kata pengabaian. Aku berdeham ketika menyadari dia menunggu jawabanku. “Dia pergi bahkan tanpa mengajariku cara mengendarai sepeda...”

Aku menatap ke bawah ke piringku yang hampir kosong itu dengan penuh rasa menyesal telah mengangkat topik ini.

Dia terdiam sejenak kemudian berdiri mengangkat lenganku dan yang bisa kulakukan hanyalah berdiri dan mengikutinya, “ayo pergi...”

“Kau suka melakukan itu...”

“Kau yang duluan.”

“Huh?”

“Di sekolahmu, kau juga menyeretku, ingat? “

“Ahhh…”

~~~

“Aku bersumpah tidak akan melepaskanmu sampai aku rasa kau bisa sendiri!”

“Kau tau aku tidak bisa!Ottoke?!”

“Coba saja!”

“Bisakah kita melakukan hal lainnya?!”

“Berhenti mengeluh!”

“Tapi ini menakutkan, Oppa!”

“Ini tidaklah menakutkan jika kau berkonsentrasi padanya!”

“Aku berkonsentrasi padanya!”

“Kau tidak!”

“Aku melakukannya!”

“Kalau begitu buktikan!” dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum , “Seohyuna, coba saja , okay?”

“Okay…” KAu menjawabnya sambil cemberut. Di luar fakta bahwa dia memegang pegangannya juga dan aku tetap saja tidak bisa menghilangkan ketakukanku. Aku menggayung sepeda walaupun aku sangat gugup sedangkan dia berlari mencoba menaikkan kecepatannya.

“Okay… kita sudah bagus, kau bagus. Jaga keseimbanganmu; waspada dengan remmu... aku akan melepaskanmu pergi sekarang...pelan-pelan, okay?”

“Ohhhh… okay...”

“Bagus, aku akan melepaskanmu pergi sekarang...hati-hati...hati-hati …”

“OOOPPPPPPPPPPPPAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

BAMMMM!

Aku panik, hanya beberapa detik sebelum akhirnya aku menyadarinya. Aku pikir dunia berguncang ketika aku terjerembab ke tanah. Perlahan, aku mengangkat badanku dan menjauhkan kakiku dari sepeda itu. Kemudian Oppa berlari dan memperhatikanku ketika beberapa orang berhenti dan bergerak hanya ketika mereka melihat kami bisa mengatasinya, kurasa.

“Appeuda…” Aku meringis seraya mengangkat sikutku. Di sana ada luka membiru dengan bercak merah di kulitku yang putih.

“Aigoo…” dia menolongku dan mendudukkanku di ujung kotak bunga. “Apakah kau baik-baik saja sendirian di sini? Aku akan membeli sesuatu untuk diltaruh di atasnya...”

“Okay…” Aku mengangguk melawan lukaku. Tiba-tiba, bayangan itu datang kembali padaku. Terjatuh dari ayunan dan melukaiku tanganku.Ayahku berlari lalu mengangkatku dan aku bergelut di lehernya. Aku masih bisa merasakan baunya yang khas. Tanganku sangat sakit hari itu tapi dia berkata kalau aku akan baik-baik saja. Dan aku baik-baik saja, untuk beberapa saat...

Aku berusaha menghapus air mata dari mataku karena aku tidak ingin dia melihatku seperti ini—aku tidak ingin seorangpun melihatku begitu.

Mengapa aku sampai memberitahunya tentang hal itu? Tapi itu sudah terjadi, aku tidak bisa memberitahunya untuk berpura-pura tidak mendengar apa yang sudah kuceritakan. Tapi terkadang hal ini membantuku; sudah lama sekali sejak aku menangis. Orang-orang bilang cara terbaik adalah menceritakan masalahmu kepada orang tak dikenal daripada ke orang terdekatmu. Walaupun ia bukanlah sepenuhnya orang tak dikenal, beberapa hari kemudian, aku tidak akan melihatnya lagi dan dia tidak akan terpaksa untuk tetap bersamaku.

Dia kembali beberapa menit kemudian dan memberiku kertas tisu dan sebuah pembalut luka untuk ditaruh di lukaku.

“Kau baik-baik saja sekarang?” Kecemasan tersirat di wajahnya. “Itu pasti sangat sakit…”

“Aniyo…” Aku menggelengkan kepalaku sambil menghapus sisa air mataku, “kenchanayo, Oppa…”

“Kau yakin? Kau punya luka sebesar tomat di sini...”

Aku hampir terlonjak ketika dia menyentuh ujung hidungku. Aku mungkin terlihat konyol jadi aku menyembunyikan wajahku di tanganku, “tolong jangan seperti itu!”

“Arasso… mianhe… biarkan aku melihat lukamu…”

Dia berlutut di depanku dan mengobati lukaku. Ketika selesai, dia berdiri dan menawarkan tangannya, aku pikir kita memerlukan es krim.”

Mataku nyaris terbelalak. Dia yang mengendarai sepeda tapi dengan kecepatan pelan untuk mengurangi kepucatanku seraya mengembalikannya kembali ke tempat penyewaan.

“Aku pikir aku akan mencoba mengendarainya lagi…” Aku berkata dengan sengaja melihat ke atas tapi aku bisa merasakan matanya menatapku.

“Yah! Tidak lagi untuk hari ini…”

“Tapi orang-orang bilang cara terbaik adalah mempelajari dengan cara yang susah!”

“Kau sudah cukup menggunakan ‘cara susahmu’ hari ini. Kita bisa melakukannya di hari lain.”

“Tapi—“

“Tidak ada tapi-tapian!”

~~~

Malam itu aku mengobati luka kecilku, aku menggunakan earpiece ku dan memutuskan mendengarkan siarannya melalui teleponku. Aku memutar Mozart ku di CD player cukup keras supaya ibuku mengira aku tidak mendengarkan radio.Buka karena aku malu tentangnya, Cuma aku benci diejek karenanya.

Setelah beberapa lagu, suaranya berkata kalau dia akan membacakan pesan dari pendengarnya.

Sebuah pesan teks dari Eunsu, katanya, ‘Oppa tidak terdengar senang malam ini? Apakah sesuatu yang buruk terjadi?’

Dia terdiam sejenak dan melanjutkan ke pesan selanjutnya tanpa menjawabnya.

Yong DJ, aku dan temanku merindukan tawamu!

Aku sama penasarannya dengan pendengar-pendengarnya yang lain.

Aigoo... oppa, eherm, Yong DJ merasa bersalah hari ini kepada pacarnya. Apakah aku oppa yang jahat? Apakah kau mendengarkan kata-kataku?

Jantungku melompat sedikit. Alasanya adalah aku. Tapi moodnya normal ketika dia mengantarku pulang beberapa jam yang lalu. Mungkin aku melakukan sesuatu yang salah …

‘Hyung, mengapan memainkan lagu-lagu sedih! Aku ngantuk sekarang, hyung, aku harus belajar!’ Hahahaha! Dodgebal16, miane…sebuah lagu yang ceria untukmu setelah jeda berikut ini...

Yong DJ, apa yang kau lakukan padanya? Omo! Aku sangat penasaran saat ini...

Aigoo… kalian semua sangat mengkhawatirkanku, iyakan? Maafkan aku pendengar kesayanganku, aku tidak bisa mengatakannya di sini...

Dia berhenti dan tertawa terbahak.

Okay, sebuah pesan yang lucu dari Ut-oi,katanya, ‘apakah kau mencoba mencuri sebuah ciuman? Kekeke…

Bukan seperti itu!

Pipiku memanas. Aku membuka teleponku.

Dari Bdum, ‘Oppa, sangat menyakitkan bagiku mengatakannya tapi gunakan pesonamu! Dia pasti tidak akan tahan marah kepadamu! Oppa, hwaiting!’

Dan dari, gugumalatte, ‘‘yong-ssi, tolong berhentilah khawatir! Pada akhirnya dia hanya akan mengingat hal yang menggembirakan!Ceriahlah, Yong DJ!’

Aku menatap kosong ke teleponku lalu mengecilkan suara CD playerku.

Aku berusaha bersemangat kembali...tapi Oppa merasa bersalah akan apa yang terjadi hari ini. Aku bisa melakukan yang lebih baik. Apakah kau hanya menyembunyikan kesakitanmu dibelakangnya, “kenchanayo, oppa?” aku tau kau bukanlah seorang gadis kecil yang akan sembuh dengan es krim jadi maafkan aku, Oppa akan melakukan yang lebih baik lagi lain kali...aku akan menemuimu besok...selamat malam.”

Aku mematikan teleponku. Mengapa aku merasa tidak enak, diriku? Bagaimana caranya aku memberitahunya bahwa aku baik-baik saja? Aku bahkan tidak ingin memberitahunya kalau aku telah mendengarkan acaranya. Mungkin besok aku hanya bisa menyemangatinya.aku tau dia akan berusaha bermain senormalnya. Mungkin hal yang biasa untuk merasakan kalau kita menjalani suatu hubungan. Luka ini, sekecil ini, akan bisa mengesalkan pacar sungguhanku.

Aku harusnya merasa konyol dengan pemikiranku, tapi sebenarnya, aku tidak merasa begitu.

-------------------------------------

HARI KEEMPAT: Makan Kencan Pertamaku

Yoona menceritakan kembali apa yang terjadi di acaranya tadi malam. Aku mendengarkannya dan berpura-pura tidak mengetahui hal itu.Sangat mengejutkanku mengetahui kalau luka kecil ini menjadi hal yang besar buatnya.Mungkin dia hanya merasa bersalah karena dia yang menyarankanku untuk mengendarai sepeda itu.

Maka, akupun mengingat kembali apa yang terjadi di taman khususnya mengapa dia pikir dia merasa bersalah kepadaku.

“Kau mulai menyukainya.” Yoona dengan serius berkata.

“AKU MEMANG menyukainya, tidak ada alasan untuk tidak suka padanya...dia adalah orang yang baik.”

“Aku bukan bicara pada level suka seperti itu!”

“Aku tidak menyukai caramu menguraikan,” aku membalasanya cepat.

“Aigoo, jangan membantahnya. Kau bisa melihatnya sebagai seorang pacar yang potensial.”

“Aku tidak begitu!” utaraku tajam tapi dia hanya menyengir gila, “baiklah! Aku tidak akan berargumentasi denganmu karena kau masih baru dalam hal beginian. Tapi aku tidak merasakan sesuatu yang spesial.”

“Betulan? Kalau begitu mengapa kau memberitahunya soal ayahmu?”

“Hanya terjadi begitu saja. Tidak ada yang spesial tentangnya.”

“Aku tidak merasa begitu; hal itu menjadi masalah untukmu dalam waktu yang lama.”

“Mungkin ini sudah tidak masalah lagi.” Jawabku, “ya! Hentikan menganalisa bagaimana perasaanku. Aku sendiri bahkan tidak melakukannya! Selain itu, aku baru bertemu dengannya; ini bahkan belum seminggu.”

“Cinta pada pandangan pertama, sayangku.”

“Ha! Cinta? Itu adalah kata yang besar artinya, kau tau? Dan aku bukanlah orang yang percaya akan hal-hal beginian. Okay, fakta bahwa aku meremehkan cinta; cinta pada pandangan pertama bahkan lebih parah darinya.”

“Aigoo, kau punya beberapa masalah!” dia tersenyum, “mengapa kau tidak jatuh cinta saja?”

Dia melilitku seperti orang gila ketika aku mencoba mendorongnya dariku, “Aku bahkan belum merasakan efek butterfly mu!”

“Huh? Benar? Tidak sama sekali?”

Aku mengangguk, “yeah... tidak sama sekali.”

“Okay, kau benar-benar seorang yang tangguh...”

“Bagaimana denganmu? Kau selalu memberitahuku apa yang kau lakukan, ke mana kau pergi dengan pacarmu. Tapi bagaimana kau tau kalau kau sedang jatuh cinta padanya?”

“Hmmm...kau tau kisahnya kan? Kami sudah saling kenal sejak SMA dan satu hari, sesuatu terjadi yang akupun tidak mengerti. Hal yang kutau adalah aku ingin berada di sisinya. Satu hari, Aku berjalan menghampirinya dan mengutarakan perasaanku kepadanya.”

“Yeah, kau sangat luar biasa. Tidak pernah terpikirkan olehku kau bisa benar-benar melakukannya dan aku bahkan menarikmu pergi! Aku tidak bakalan mempunyai keberanian seperti itu!”

“Aku benar-benar ketakutan dan malu ketika dia hanya meminta diri dan meninggalkanku berdiri di perpustakaan. Tapi suatu hari, setelah permainan basker, dia berjalan menghampiriku dan berkata, ‘biarkan aku melakukan dengan sepantasnya...”

Aku tertawa mendengar dia menirukan suaranya. Aku sudah pernah mendengar kisah ini seratus kali tapi aku masih saja kagum dengan sinar di matanya.

“’Im Yoona, maukah kau menjadi pacarku?” kemudian dia berbaring di tempat tidurku, “itu adalah sore terbaik dalam hidupku… dia sudah lama menyukainya dan dia hanya takut kalau aku tidak akan menerima hatinya...hal bagus, aku yang bergerak duluan.”

“Aigooo…” Aku menyela dan menyingkirkan rambutnya dari wajahnya kemudian berbaring di sampingnya.Kami berdua memandang ke langit-langit yang sama.

“Aku merasakan perasaan konyol ini kadang-kadang… Aku merasakan semua getaran di dalamku ketika dia keluar entah darimana. Dan kau tau, ketika dia memberitahuku kalau dia mencintaiku, aku hanya tidak dapat mengerti perasaan di jantungku seakan menjadi besar dan akan meledak sewaktu-waktu?”

“Kau merasa begitu?” Aku penasaran seraya berbalik padanya. Aku selalu memberitahu ibuku, dan bahkan dia, tiga kata itu tapi itu tidak berarti memberi efek seperti yang dikatakannya.

“Yeah, itu adalah perasaan yang luar biasa,” dia tersenyum dan aku bisa mengatakan kalau dia sedang memikirkannya, “ dan aku berharap kau pun merasakannya…”

“Aku tidak tau soal itu!” Aku memukulnya dengan bantal.

Sejam setelahnya kami berdua sibuk membuat laporan, Yoona mengangkat sikutnya dan berbalik kepadaku.

“Ya, Apa rencanamu hari ini?”

“Aku? Menyelesaikan pr ini…” dengan enteng aku katakan dan melanjutkan ketikanku.

“Ya, kita masih mempunyai banyak waktu untuk ini, apa rencanamu dengan pacarmu.”

“Oh itu,” aku berkumur berharap dia tidak akan meneruskan, “dia bilang dia ada di sekolah sepanjang hari ini jadi dia tidak bisa mengajakku keluar.”

“Oh, itu menyedihkan… tapi kau akan melihatnya sore ini?”

“Aku tidak tau pasti. Kelasnya sampai jam 6.” Aku berkata seakan tak peduli.

“Apa? Dan lalu dia akan memulai acaranya—oh! Dia tidak punya acara di malam minggu!”

“Aku tau…” uh-oh. Dia melototiku, “Baiklah. Aku akan memberitahumu tapi janji untuk tidak lepas kendali, okay?”

Dia mengangkat tangannya dengan kedua bola matanya terbuka lebar yang bisa kulakukan hanyalah menghela napas.

“Dia akan membawaku makan malam sebentar.”

“CHINCHA!? CHONGMAL?!” dia lepas kendali ngomong-ngomong.

“YA! KAU SUDAH JANJI!”

“Okay baiklah! Tapi! Ottokeeeeeeeeeeeeeee…….”

Aku harus menutup telingaku.

“Oh.my.god. Bagaimana dia mengajakmu?”

“Dia hanya mengirimkan pesan teks kepadaku yang mengatakan kalau dia akan mengajakku makan malam. Itu saja.”

“Dan kau bilang ya?”

“Dan aku bilang ya.”

“Apa yang akan kau kenakan?! Kita perlu pergi berbelanja!”

“Kita tidk perlu melakukannya; Aku mempunyai banyak pakaian di lemariku.” Dengan santai kujawab, “selain itu, dia mengatakan padaku untuk tidak mengenakan gaun atau rok.”

“Huh? Dia tidak akan membawamu ke restauran yang elegan?”

“Masalahanya aku juga tidak mau dia membawaku ke sebuah restauran yang elegan.”

“Hmmm… tidak begitu!Tetap saja kita perlu pergi berbelanja dan membelikanmu sesuatu yang seksi!!! Dan melakukan sedikit make-over, tentunya!!”

“Oh jangan, aku tidak mau!”

Yoona selalu saja lebih kuat fisiknya dariku jadinya aku ditariknya masuk ke mall. Ibuku tidak membantuku sama sekali bahkan dia dengan senang hati memberikan kartu kreditnya. Aku masih bergerumul seraya dia memperhatikan baju-baju dari toko ke toko dan mengambil teleponnya di perhentan ketiga kami.

“Oppa, kau membawa sahabatku ke restauran yang elegan, kan?”

Telingaku sentak memanas dan daguku terjatuh. Dia bisa saja tidak melakukan apa yang baru saja dia lakukan!Aku berusaha meraih teleponnya tapi dia mengahalangiku dengan tangannya yang bebas dan menyengir.

“Ahhhh… chongmal? Kalau begitu senang mendengarnya!”

“Beraninya kau?” Aku menggerakkan bibirku dengan jengkel dan menyerah ketika dia mengakhiri telepon itu dengan senyum, “Yoona! Mengapa kau terus-menerus melakukan hal ini kepadaku?!”

“Aku memberimu sebuah kehidupan!”

“Kau tidak! Kau mengacaukan apa yang kupunya!”

“Aish! Hentikan sampai di sini,” dia menyingkirkan rambutnya dan menampakkan tanduk setannya. “Baiklah, Oppa—Oppamu bilang dia pasti akan membawamu ke restauran yang elegan. Dan karena kau tidak bisa mengenakan gaun, kau akan mengenakan ini!”

Dia menyerahkan sepasang denim hitam ke wajahku dan aku menggelengkan kepala, “Aku mempunyai banyak celana!”

“Tapi kau perlu yang satu ini…” dia membantah dan membayangkanku, “Kita tidak mau membuatmu terlalu seperti boneka dan kau pasti akan menakutinya dengan tatapan tajammu. Jangan khawatir, teman tersayangku, kau akan berterima kasih kepadaku setelahnya!”

“Hanya memastikannya...”

Berjam-jam setelahnya dan kembali ke kamarku.

Aku melihat diriku sendiri di cermin. Celana ketat jins yang nyaman di luar kenyataan bahwa itu sangatlah, yeah...terlalu ketat. Vest hitam manik serasi dengan atasan putihku yang sederhana di dalamnya dilengkapi dengan kalung chunky, dari koleksi Yoona, menmperindah kesederhanaanku. Sudah sepantasnya, aku harus berterima kasih padanya.

Dan sesuatu yang perlu kuberterima kasih padanya adalah dia membiarkan rambutku terurai dan hanya menyarankan padaku untuk mengenakan beanieku yang hitam. Sendal hak tinggi terlalu memaksa tapi aku tidak mau menambah kericuannya karena ia terlihat asyik menghiasi boneka besar yang adalah aku.

Ironisnya, aku menemukan diriku cantik.

“Gyaaaa…”

Dia tersenyum dengan dua jempolnya diacungkan ketika kita berdua melihat ke cermin.

“Terima kasih untuk tidak berlebihan padaku.” Aku berkata dengan sedikit nyengir.

“Ini adalah kencan pertamamu. Yang bahkan lebih besar dari acara prom ninght.”

“Karena tidak ada yang mengajakku.”

Dia memutar matanya. “Karena semua orang tau kau tidak akan menghadirinya.”

~~~

Dia bersandar di mobil putih di luar gedung apartemenku.Dia terlihat seperti ada hari pertama dia menjemputku di sekolah. Aku melambai ketika dia melihatku dan menunjuk pada sepeda motornya yang terparkir di seberang dua mobil di mana dia berada.

“Kupikir Oppa bawa mobil malam ini,” Aku cengir menunjuk pada kendaraan putih di belakangnya.

Dia menertawaiku dan memijat belakang lehernya, “Kau masih belum bisa mengenyahkan pikiran tentang betapa berbahayanya mengendarai sepeda motor. “Mungkin…” kami berjalan ke kendaraan kami.

“Ngomong-ngomong, bagaimana dengan lukamu?”

Aku mengangkat tanganku dan memperlihatkan sikutku padanya, “Sudah baik sekarang, warnanya sudah kembali normal. Terima kasih. Kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkan mengenai luka kecil ini, ini tidak akan membunuhku...” aku melanjutkan mengingat sentimentalnya di radio.

“Tidak ada yang bisa kulakukan, selain itu aku yang membawamu ke sana dan aku menyesal membuatmu mengingat semua masalah yang melukaimu dulu,”

“Oh itu... tidak apa-apa, mungkin aku sekali-sekali membutuhkannya. Uhm... maafkan atas telepon dari Yoona sore tadi. Dia adalah tipe yang cerewet.”

“Tidak apa-apa, aku menghargainya karena dia memperhatikan dan sangat mengkhawatirkanmu.”

“Yeah… sebuah kebiasaan yang buruk…” Aku menyengir ketika dia meletakkan helm ke kepalaku. Terkadang, aku senang kalau dia melakukannya.

“Hmmm… jika kau mempunyai kebiasaan seperti itu, aku, sendiri, tidak akan pernah ingin menjauh darimu.” Dia berkata sambil meletakkan tangannya di pundakku sejenak sebelum melepaskannya.

Aku terdiam, tidak tau harus menjawab apa, “itulah yang harusnya seorang pacar katakan, kan?”

Dia tertawa keras lagi dan mengetuk helmku main-main, “ye, itu yang harus dikatakan seorang pacar. Dan dia juga mestinya mengatakan, ‘kau sangat cantik’ kalau perlu.”

Aku menelengkan kepalaku ke samping dan melihatnya lebih dekat. Pria betul-betul pintar berkata-kata!

“Apa?” dia membuka penutup wajah helmku.

“Hmmm… itu snagat keren… sekarang aku mengerti mengapa mereka menyebutmu ‘dj yang keren’ …”

“Bukankah sekarang ini sudah terlambat untuk mengakuinya?” katanya sambil berkedip setelah ketawanya berhenti.

Tidak diragukan lagi kalau restauran itu elegan. Aku merasa sedikit aneh karena aku merasa salah kostum dibandingkan cewek-cewek lainnya yang ada di sini. Sebetulnya, kami berdua begitu karena dia hanya mengenakan celana denim, sebuah kaos bergambar dan luaran abu-abu. Lebih seperti bintang rock.

Kami dibawa ke meja kami dan aku memintanya untuk memesankanku makanan. Aku tidak sanggup melihat menunya ketika tiba-tiba dia bertanya pada pelayannya.

“Apakah kau punya guguma latte?”

Diluar dugaan, aku melihatnya hanya untuk melihat matanya apakah dia hanya mengejekku jadi aku melihat ke bawah lalu mengomel. “apakah dia tau?”

“Yeah? Kau mengatakan sesuatu…”

“Hmmm… tidak ada…” Aku menggigit lidahku. Mengapa aku tidak bisa menghentikan mengeluarkan pemikiranku keras-keras?

“Ahhh… jadi kau menyukai guguma latte?”

“Uh… oh tidak… aku akan memesan orange juice.” Aku melotot padanya atas pertanyaannya ketika dia hanya memberikanku tatapan itu.

“Okay, kalau begitu aku pesan.”

Yeah, betul. Dia mengejekku. Aku bukan guguma latte! Aku ingin mengatakannya tapi itu hanya memperburuk.Aku merasa konyol.

Setelah pesanan kami dicatat dan isu tentang guguma-latte dikesampingkan, kami kembali ke mode diam. Seperti pada hari pertama kami bertemu. Aku tidak mau menjadi yang pertama yang memulai pembicaraan karena aku sebetulnya tidak tau apa yang harus kukatakan. Dan akhirnya, kami duduk di sana layaknya kompetisi saling menatap.

Hingga…

Aku tidak tahan lagi dengan keheningan ini!

“Hmmm… Oppa…”

“Ye?” dia menjawabku dengan mimik cengir di wajahnya.

“Aku sadar kalau ini adalah hari keempat kita.”

“Hmmm… tidak sabar untuk lepas dariku?” katanya bergurau.

“Aniyo…”

“Aku hanya bercanda… yeah, sepertinya sangat cepat. Tapi aku pikir aku sudah melakukan semua rencana kita Maafkan aku karena aku tidak memikirkan hal tersebut. Mungkin kita bisa melakukan hal yang kau sukai.”

“Hmmm…” Aku mengangguk menghilangkan panas di pipiku sambil mendesah, “Tidak apa-apa sejak aku tidak tau apa yang harus dilakukan…”

“Baiklah...tapi beritahu uku saja apa yang kau inginkan, okay?”

Aku mengangguk.

“Seohyuna, tapi aku punya satu permohonan sekarang ini…”

Ada kesan keseriusan yang tersirat dari tatapannya sehingga aku hanya mengangguk, “Apa itu? Beritahu ...aku...permohonanmu?”

Dia tersenyum lalu berdeham. Aku bisa merasakan kalau dia sedang bercanda tentangku lagi jadi aku sedikit melototinya dan melembut ketika dia tersenyum.

Pada akhirnya, itu membuatku bertambah gugup.

“Aku ingin memegang tanganmu…”

Apakah benar apa yang kudengar?

“Ne?”

“Dapatkah aku memegang tanganmu?”

Jantungku berdebar kencang di dadaku dan aku bisa mengatakan kalau pipiku memerah ketika kata-katanya merasuk ke pikiranku. Itu adalah permintaanya dan aku rasa itu adalah hal yang normal untuk dilakukan jadi aku perlahan mengangkat tanganku dan meletakkannya di atas meja. Aku hanya berharap aku tidak terlalu gemetar.

Layaknya sebuah petunjuk, dia mengangkat tangannya dan dengan lembut meletakkannya di bawah tanganku. Sepertinya waktu terhenti ketika telapak tangannya bertemu dengan punggung tanganku dan angin bertiup ke belakang leherku. Matanya terpana pada wajahku tapi aku tidak keberatan melihat padanya karena itu akan pasti mengacaukan ketenanganku—itu suatu loncatan, sepertinya.

Kukira aku akan terserang demam.

“Kau baik-baik saja?” Dia dengan jelas bertanya karena terpukau dengan warna wajahku.

Apakah aku baik-baik saja?! “Kurasa,” Aku menganggu , “tapi ini sangat aneh… dan tidak nyaman.”

“Okay…” dia memindahkan telapaknya dari tanganku tetapi melanjutkan, “letakkan tanganmu di bawah meja.”

Tidak pasti, tapi aku melakukan apa yang dia katakan sampai kurasa tangannya menggenggam tanganku. Awalnya dia memegang pergelangan tanganku dan perlahan meluncur ke telapak tanganku hingga dia memegangnya dengan lembut. Walaupun, rasanya lebih baik tapi itu hanya menambah intensitas berdirinya bulu kudukku. Aku menutup mataku sejenak mencoba mengingat perasaan yang kurasakan saat ini. Aku hanya mengenal pria ini selama 4 hari. Tapi …

“Aku harap ini tidak akan membuatmu merasa tidak nyaman …”

“Aniyo…” Aku berhasil berbohong kemudian dia menganggukkan kepalanya terus-menerus sambil melihat padaku seakan ingin mempelajariku.

“Lembut.” Dia berkata kagum.

“Yes?”

“Kau punya tangan yang lembut...”

“Ahhh... de... kamsahamnida...”

Itu adalah saat yang teraneh.

Dia melepaskan tanganku hanya ketika pelayan datang kembali untuk menyediakan makanan kami. Itu adalah menit-menit yang bagus. Serasa berjam-jam. Serasa seperti selamanya telah berlalu ketika dia memegang tanganku.

Aku merasakan sakit di perutku.

~~~

Terima kasih, dia berhenti melakukan hal tersebut yang akan mengacaukan kesadaranku akan makan malam ini. Dia menceritakan tentang pekerjaannya da kehidupan sekolahnya. Kuputuskan untuk menjadi pendengar yang baik dibanding membeberkan cerita kehidupanku.

Aku menandai bagaimana dia bisa berbicara dengan sangat baik tentang ayah tirinya sehingga aku ikut angkat bicara, “sepertinya kau sangat dekat dengan ayahmu...”

“Aku tidak pernah mengenal ayah kandungku karena dia meninggal ketika aku masih bayi dan ayah tiriku lah yang mengasuhku sejak ibuku meninggal --”

“Maafkan aku?Kau tidak punya ibu lagi?”

“Yeah, dia meninggal kira-kira setelah tiga tahun ia menikahi ayahku yang sekarang..”

“Oh! Maafkan aku mengungkitnya,” aku merasakn kebodohan diriku.

“Tidak, itu baik-baik saja... dia menikah lagi ketika aku berumur 10 tahun jadi itu sudah sangat lama...”

“Ahhh...” Aku mengangguk.

“Jika ia datang ke Seoul, aku akan memperkenalkanmu kepadanya.”

“Kau akan?” aku bertanya meikirkan kalau kita hanya punya sehari lagi saja. Dia kelihatan tenang mendiskusikan hal-hal itu sambil dia meneruskan makannya.

“Yeah, tentu saja...” dia berhenti mengunyah melihat lurus kepadaku lalu melihat ke bawah lagi, “oh... aku lupa...”

“Tidak apa-apa...” Aku menyelipkan sejumout rambutku ke telingaku.

“Tapi jika ada kesempatan, aku akan membawamu menemuinya...”

“Maafkan aku karena tidak mengundangmu ke rumah kami tapi ibuku ingin bertemu denganmu juga.”

“Benar?” dia senang, “dia tau?”

“Yes, bahkan sebelum aku bertemu denganmu. Yoona dan aku memberitahunya tentangmu.”

“Kalau begitu aku akan senang bertemu dengannya...”

“Oh, itu...” Aku tidak mengharapkannya berkata begitu sehinga aku...hanya perlu mengganti topik dengan cepat, apakah kau anak satu-satunya juga?”

“Ani... Aku punya seorang saudara perempuan—kakak perempuan. Tapi dia bekerja di Amerika Serikat.”

“Oh...”

“Kau harus bertemu dengannya juga, dia pasti akan suka padamu,” dia menyengir, “dia selalu memberitahukan kalau dia ingin seorang adik perempuan bukannya seorang adik laki-laki yang menyebalkan.”

Aku tersenyum mendengarnya, “tapi kau sangat dekat padanya...”

“Yeah...”

“Dia adalah anak ayah...”

“Oh...”

“Ahhh maaf... anak-ayah, ayah kandung kami tapi dia juga dekat dengan ayah tiri kami.”

“Ahhh...”

“Apakah kau juga memimpikan punya saudara?”

“Aku punya satu...” Aku tersenyum bangga, “Yoona, dia adalah kembaran setanku...”

“Ahhhh, yeah!” dia tertawa.

“Ibumu tidak menikah lagi.”

“Aku tidak menginginkannya juga...”

“Benar? Mengapa?”

“Kami sudah punya cukup masalah pada divisi pria jadi tidak ada lagi untuknya...”

“Cukup masalah pria? Seohyun kedengarannya seperti berada di klub pembenci pria.”

“Bukan secara khusus... sebenarnya tidak...”

“Jadi kau berpikir untuk menikah suatu hari nanti...”

“Hmmm... Aku tidak tau... Masih sangat cepat mengatakannya...”

“Yeah...kamu masih muda... tapi tidak apa-apa untuk punya pacar di usiamu saat ini …”

Terkadang, aku tidak menyukai topiknya. “aku menyukai makanan di sini...sangat enak!”

Sejam kemudian, kami memutuskan pulang dan bertemu esok hari untuk perpisahan kami. Memikirkan hal itu membuatku merasa sesuatu yang tidak enak.

“Ya… apakah kau buru-buru pulang ke rumah?”

“Tidak begitu, kenapa?” aku berkata seraya menunggunya meletakkan helmku.

“Aku ingin berputar sekali lagi.”

“Ne?”

“Membawamu keliling sekali lagi…”

Aku tidak mengatakan apa-apa lagi dan hanya berjalan diam-diam menuju tempat parkir, Mungkin aku terbiasa menunggu helmku diletakkan di kepalaku itulah mengapa aku berdiri seketika dia menaiki sepeda motornya. Dia berbalik kepadaku ketika dia menyadari aku tidak bergerak.

“Kita tidak mengenakan helm?”

Dia tertawa dan mengangguk, “yeah, tapi jangan khawatir aku tidak akan balap. Kau akan lihat, lebih baik tanpanya.”

Aku naik dan berpegang pada pundaknya lagi walaupun aku masih risi. Benar katanya, dia benar-benar menjalankannya sangat pelan sehingga aku bisa merasakan ayunan angin berhembus menyium wajahku. Aku tersenyum sendiri, menyambut perasaan itu terlepas dari semua kepenatan yang kurasakan yang berada pada hubungan yang tiba-tiba dengan seorang yang asing.

Kami berkendara melewati kesunyian malam yang hanya terdengar deru mesin dan beberapa mobil yang menemani kami. Aku menengadah ke lautan bintang-bintang dan berterima kasih kepada surga atas kesempatan indah ini. Aku akan memintanya melanjutkan laju terus dan mengikuti jalan yang tak ada habisnya itu tetapi dia berhenti di sebuah taman dengan lokasi yang sempurna di mana kita bisa melihat kagum pada Jembatan Banpo. Dia duduk di rumput sementara aku tetap berdiri diam sejenak sampai akhirnya memutuskan baik tidknya mengikutinya sambil menjaga jarak yang bagus di antara kami.

Tidak satupun dari kami yang berbicara, terlalu takut untuk merusak komunikasi diam yang indah itu. Tapi, aku ingin menanyakan apakah aku sudah melakukan pekerjaanku sebagai pacarnya dengan baik atau apakah aku bisa lolos sebagai pacarnya. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya.

Aku ingin tau apa yang sebenarnya dipikirkannya ketika duduk di sana memeluk lututnya sambil menerawang jauh ke depan. Aku ingin tau mengapa dia ingin memegang tanganku di restauran tadi. Aku ingin tau jika dia tau kalau aku guguma latte. Aku ingin tau mengapa dia melakukan semua ini. Aku ingin tau apakah dia merasakan yang beda darI yang kurasakan. Kita bisa saja berlaku ke semua orang seperti sepasang kekasih. Mengapa dia harus bertahan padanya?

Mengapa juga aku bertahan padanya? Aku punya banyak pertanyaan tapi tidak berani kutanyakan. Aku tidak ingin kelihatan bodoh. Aku tidak ingin dia salah membacaku.

Aku merenggangkan kakiku ke depan dan melihat jauh ke akhir penglihatanku. Sudah lewat jam 9. Sebentar lagi adalah hari ke lima kami. Hari kelimaku bersama pacar bohonganku.Hari ke lima bersama pacar pertamaku.

Aku merasa seperti Cinderella. Hanya saja aku diberika lima hari untuk berubah menjadi seseorang yang tidak pernah kubayangkan aku bisa seperti itu. Dan setelah lima hari aku akan kembali menjadi gadis yang sama lagi sebelum sihir peri itu jatuh ke kepalaku.

Kami tinggal setengah jam kemudian sampai aku memberitahunya kalau aku sudah kedingan lalu dia mengantarku pulang ke rumah.

Itu terasa seperti perjalanan tersingkatku pulang ke rumah seraya menyerahkan helm kepadanya dan sedikit membungkuk kepadanya., “terima kasih. Aku menikmatinya.”

“Sama-sama dan terima kasih juga untuk menemaniku.”

“Oppa, kau sangat pendiam di taman tadi,” Akhirnya aku mengatakannya, “ Maafkan aku... tapi apakah ada sesuatu yang menganggumu?”

“Oh tidak, tidak ada apa-apa...” dia tersenyum lemah, “jadi aku akan menemuimu besok?”

“Yeah... besok...”

Besok.

Dia mendesakku masuk ke dalam gedung sebelum dia pergi tapi aku tinggal di belakang pintu memandang kepergiannya melalui dinding kaca. Ini adalah kencan pertamaku. Aku tersenyum kepada diriku dan meletakkan telapak tanganku di dadaku. Ini tidak normal, ini tidak berubah ke normal kembali sejak dia memegang tanganku.

Namun pikiran tentang hari esok membuatku sangat sedih. Ini seperti berpisah dengan teman lamaku lagi. Walaupun ini hanya lima hari, tetapi situasi kita dan apa yang sudah kita lewatkan bersama belakangan ini membuatku merasa aku telah mengenalnya lama sekali. Aku menyesal ini akan segera berakhir.

Aku melihatnay berkendara pergi.

Dan malam itu, tiba-tiba saja aku merasa rindu mendengarkan radio dan aku tidak bisa tidur. Aku berbaring di tempat tidur memandang ke langit-langit kosong untuk memikirkan sesuatu yang tidak ada hubungan dengannya. Tapi tiba-tiba saja teleponku berdering.

“Yoboseyo?”

“Seohyun, apakah aku membangunkanmu?”

“Aniyo… waeyo…”

“Tidak ada apa-apa… ini hanyalah hal yang normal dilakukan oleh seorang pacar…”

“Menelepon pacarnya untuk mengatakan selamat malam?”

“Sesuatu seperti itu dan …”

“Dan?”

“Untuk memastikan, dia adalah orang terakhir yang didengarkannya sebelum tidur …”

“Apakah kau masih di sana?”

“Ahhh… n-ne…”

“Okay… kau pasti sudah mengantuk... aku akan menutupnya sekarang…”

“Ne… selamat malam.”

“Selamat malam… aku akan menemuimu besok…”

Jika Bulan Jatuh Malam Ini

Setiap saat aku melihat senyumanmu

Itu membuat jantungku berdebar kencang

Dan walaupun masih sangat cepat untuk bilang

Aku harap ini akan bertahan

Karena aku hanya akan bersamamu

Di sini di sisiku

Masa depan yang dekat tapi tidak pernah pasti

Setidaknya berdiam di sini hanya untuk malam ini

Aku pasti sudah melakukan sesuatu yang benar

Untuk berhak atasmu dalam hidupku

Aku pasti telah melakukan sesutu yang benar selama ini

Aku tidak bisa mengenyahkanmu dari pikiranku dan mengapa aku bahkan tidak mencobanya?

Bahkan ketika aku menutup mataku aku bermimpi tentangmu setiap saat

Dan bahkan jika bulan jatuh malam ini,

Tidak ada yang akan ku khawatirkan sama sekali,

Karena kau membuat seluruh duniaku bersinar

Selama engkau berasa di sini semuanya akan baik-baik saja

-----------------------------------------------------

HARI KELIMA: Akhir dari Kontrak

Aku duduk tegap mencoba fokus pada buku yang telah kubaca selama beberapa menit ini.Aku sangat benci menjadi tidak bisa berkonsentrasi sepagi ini dan aku bahkan mandi hanya untuk mengenyahkan rasa ketidaknyamananku yang semuanya gagal. Aku mencoba berkonsentrasi tentang malam tadi dan memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya.

Itu tidak berarti apa-apa bukan? Itu hanya sesuatu yang mungkin saja ingin dilakukannya pada pacarnya . Mungkin dia hanya terlalu menginginkan seorang pacar jadi dia melakukannya. Selain itu, kami sepakat melakukan apa yang pasangan lakukan dan berpegangan tangan adalah salah satu di antaranya jadi sebenarnya itu tidaklah berarti apa-apa.

Sigh.

Aku menutup bukuku dan meletakkannya di sampingku. Malam tadi adalah salah satu malam terindah yang pernah kualami. Bukan karena apanya, tetapi cuacanya sangat sempurna dan langit malam itu sangat jelas. Aku selalu ingin pergi melihat bintang, dan dia memberikanku momen yang tepat untuk hanya duduk di sana, menatap langit, menikmati udara malam dan merasakan dunia sekitarku.

Sejauh ini, aku selalu terpuaskan dengan apa yang kualami. Dia hanya menemaniku di saat itu di mana tidak pernah terpikirkan olehku untuk melakukannya bersama orang lain. Mungkin misinya berhasil. Empat hari sudah berhasil.

Empat hari. Empat hari tidak pernah sesingkat ini.

Sigh.

Senin nanti semuanya akan kembali seperti biasa. Tidak ada lagi dia yang mencariku sepulang sekolah. Tidak ada lagi acara tak terduga untuk kulewati. Tidak lagi mendengarkan acara radio itu. Tidak ada lagi guguma latte...

Sigh.

Pikiran sepanjang keretaku itu terpotong oleh dering teleponku. Yoona lagi.

“Ini masih pagi, aku sedang tidak mood untuk menghadapi ke--”

“Oh maaf, tapi selamat pagi buatmu juga...”

Oh-uh. Suaranya bergaung di telingaku, “Oppa? Maaf, Kupikir kau Yoona.”

Dia tertawa di ujung seberang, “Seohyun, kedengarannya sedang tidak dalam mood yang bagus pagi ini...”

“Aniyo...” oh! Ini memalukan! “Itu karena dia selalu menggangguku tanpa sebab di pagi hari...”

“Aku harap aku tidak menganggumu...”

“Oh tidak,” cengirku, bersandar nyaman di tempat tidurku memikirkan mana yang sebaiknya kupilih, bicara padanya di telepon atau sebaliknya. “Kau bukan Yoona.”

“Jadi, kupikir. Ngomong-ngomong, aku ada di luar apartemenmu.”

“Ne?”

“Aku di tempat parkir mobil tepat di depan rumahmu. Bisakah kau keluar? Maafkan aku kalau aku terlalu pagi …”

Ottoke?!

“Tidak apa-apa. Bisakah kau memberiku beberapa menit sebelum aku turun ke bawah?”

“Yeah tentu... aku akan menunggumu...”

“Oh, okay... terima kasih...” aku terdiam di tempat sejenak setelah menerima telepon mencoba memikirkan apa yang akan kukenakan. Oh Tuhanku! Aku berdiri dan berjalan ke lemariku, sejak kapan aku memedulikan apa yang akan kukenakan?

Kuputuskan untuk mengenakan celana denim selutut dan tanktop merah muda. Aku mengikat setengah rambutku menjadi ikat kuda dan memakai pemerah pipi. Setelah mengenakan blush on berwarna muda dan lip gloss, aku mengambil tasku dan memasukkan teleponku di dalamnya.

“Mom! Aku keluar!” teriakku seraya berlari turun tangga.

“Seo Ju Hyun,” dia melihatku dari dapur dengan sebuah spatula di tangannya, “kelihatannya punya seorang pacar bukanlah hal yang baik...”

Cemberutku lalu tersenyum manis, “Umma...”

“Oh jangan lakukan itu! Jangan memberikan tatapan itu padaku!” dia mendorongku pelan, “kau pulang telat tadi malam dan kau keluar pagi-pagi sekali? DI hari minggu?”

“Aku tidak akn lama, aku janji...” aku memohon padanya, “selain itu, ini adalah hari ke lima, aku hanya akan menyelesaikannya dan mengakhir dengan...”

“Hmmm? Kau yakin?” katanya dengan binar di matanya.

“Tentu!” gumamku, “jadi aku bisa pergi sekarang? Selain itu, dia menungguku di luar…” oopps, tidak seharusnya kukatakan itu.

“Benar?” dia terlihat terkejut lalu melanjutkan, “aku akan membiarkanmu pergi jika kau mengundangnya sarapan karena kau juga belum makan.”

“Mom!!!!”

“Kalau begitu kembali ke kamarmu! Jangan karena kau sudah kuliah sekarang, kau tidak mau mendengarkan ibumu lagi!”

Kuputar mataku. Dia kadang bisa menjadi ratu drama, “Sudah kubilang hentikan nonton drama TV yang cengeng itu...”

“Seohyun, jangan menguji keberuntunganmu terlalu dalam. Aku hanya bercanda denganmu...” pelototnya sehingga aku hanya mengangguk.

“Okay, baik... aku akan mengajaknya ke sini tapi tolong, Mom, jangan baerakting berlebihan, dia akan menjadi mantan pacarku besok.” Aku mencium pipinya lalu berlari keluar menemui yang kelak akan menjadi mantan pacarku.

Aku berlari kencang karena aku benci perasaan membuat orang menungguku. Aku mendorong pintu dan menemukannya duduk di rel besi di sisi sebelah jalan. Dia melambai dengan senyum kecil.

Tanpa sepengetahuanku aku berhenti bernapas saat melihatnya di sana dengan celana jins dan jaket tebalnya. Dia kelihatan sangat kelelahan seraya dia turun dari tempat duduknya dan meletakkan tangannya di dalam kantongnya. Aku menyeberangi jalan tanpa melepaskan tatapanku padanya karena aku merasakan sesuatu perasaan dari sorotan matanya; dia kelihatan lelah—hampir pingsan.

Akhirnya dia mengangkat wajahnya ketika aku menghampirinya.

“Selamat pagi...”

“Selamat pagi...” Jawabku dan tertawa ketika dia berusaha memberikan suatu tawa, “waeyo?”

“Tidak ada apa-apa…” dia membersihkan tenggorokannya, “Aku hanya senang melihatmu…”

“Kamsahamnida…” Aku hanya berhasil mengangguk dan dia tertawa. Mengapa aku mengatakannya?

“Uhmmmm, apakah kau sudah bersedia?”

“Uh, kau sudah sarapan?”

“Belum, apakah kau akan mentraktitku?” cengirnya.

“Tidak, ibuku menyuruhku membawamu ke rumah.”

“Chincha?” matanya membesar seakan tak percaya dengan apa yang kukatakan, “aku akan menemui ibumu?”

“Sepertinya begitu… maksudku, kalau kau mau…”

“Tentu saja!”

“Kau yakin?” karena aku tidak. Aku tidak mengeluarkan kalimat terakhirku tapi itu sudah cukup membuatya tertawa.

“Yes, aku akan sangat senang bertemu dengannya,” ucapnya dengan tegas. Uh-oh.

“Okay…” aku berhasil tersenyum, “ayo?”

~~~

Ibu selalu tersenyum sejak aku memperkenalkannya kepadanya. Aku melihatnya dengan tatapan penuh maaf ketika dia mulai membanjirinya dengan terlalu banyak pertanyaan di saat yang bersamaan. Ibuku selalu begitu kalau dia sedang senang. Beberapa orang mengatakan aku lebih banyak menyerupai sisi ayahku karena aku lebih tenang. Aku tidak tau pasti.

“Jadi Yong Hwa-ssi, Aku harap Seohyun ku tidak memberimu waktu yang sulit.”

“Oh tidak, Ma'am. Dia sangat baik.”

“Oh... jadi apa rencanamu sekarang? Maksudku, apakah kalian berdua akan merealisasikannya?”

“Umma!”

“De?”

Kami melontarkannya bersamaan. Ibuku, benar-benar... “aku minta maaf tapi dia suak bercanda...”

“Ahhh... yeah...”

Dia berhasil mendesah tapi penuh dengan keringat jadi aku melototi ibuku secara diam-diam.

“Ngomong-ngomong, jika kau memutuskan kalau kau ingin menjadi pacar anakku sebaiknya kau lakukan dengan lebih sopan.”

“Ibu, tolonglah!” Sergahku melihatnya terintimidasi denagn apa yang dikatakan ibuku, “kami hanya melakukannya untuk kontes radio. Selain itu, aku yakin aku bukanlah tipe idealnya Oppa.”

“Benar?” dia menjatuhkan sumpitnya dan menunggunya menjawab lalu melototiku ketika aku ingin menjawabnya lagi.

“Aku tidak punya seorangpun, Ma'am.”

“Oh! Persis seperti Seohyun! Kalian sangat serasi satu sama lainll!” dia menepuk tangannya.

Semua yan bisa kulakukan adalah mendesah keras sehingga Yong Hwa Oppa berbalik padaku dengan tatapan maaf karena dia dapat merasakan bagaimana terdesaknya aku. Kami duduk berdampingan sementara ibuku duduk di seberang meja jadi kami berdua merasa terintimidasi oleh komentar-komentar cermat dari ibuku. Akhirnya, dia permisi pergi mengambil obatnya, jadi aku berbalik padanya, “Maafkan aku, dia terlalu senang bisa bertemu denganmu...”

“Jadi aku sudah ditandai,” tawanya seraya kami melanjutkan berbisik, “tapi dia sangat baik dan masakanya juga enak...”

“Oh beritahu padanya begitu. Dia pasti akan menyukaimu.”

“Benar?”

Anggukku ketika melihat ibuku berjalan kembali ke dapur. Lalu, dia berdiri berterima kasih kepadanya atas sarapannya yang lezat dan tentu saja dia sangat senang. Dia permisi lagi ke dapur ketika aku dan Oppa membersihkan meja. Aku mengambil perkakas makan darinya dan memintanya menungguku di ruang tamu..

Ibuku masih diam walaupun dia tau aku berada di dapur jadi aku bersandar pada wastafel seraya melihatnya mengeringkan perkakas makan itu.

“Apa? Kembalilah ke pacarmu…” akhirnya dia berbalik padaku.

“Hmmm... nanti. Jadi…”

“Jadi?”

“Apa pendapatmu tentangnya?”

“Huh? Apakah itu menjadi masalah Seohyuni? Kau bilang kalian akan berpisah hari ini. Jangan bilang padaku…”

“Aniyo! Hanya saja kau berkelakuan sangat aneh tidak memberikan pendapatmu tentangnya.”

“Ahhh… dia kelihatan seperti pria yang baik dan orang yang baik dan aku lega dan memberinya kepercayaanku padanya jika dia ingin menjadi pacarmu yang sesungguhnya.”

“Umma!” Sergahku.

“Tapi itu bukanlah sesuatu yang ingin kau dengar?” senyumnya, “serius, aku pikir dia okay. Aku tidak tau Ju Hyun, kayaknya ada sesuatu yang membuatku merasa tidak nyaman dekat dengannya.”

“Benar? Apa itu?”

“Aku tidak tau aku tidak bisa menjelaskannya.”

“Aigoo, kau dan instingmu lagi mom,” aku memeluknya dari belakang, “jangan khawatir.”

“Yes, aku pikir aku sedang cemas saat ini,” katanya seraya meletakkan tangannya di pantatku dan memukulnya ringan, “mungkin ini adalah permulaan di mana aku akan mulai kehilanganmu kepada seorang pria.”

“Eh... jangan bilang begitu!” Aku menyoleknya pelan untuk melihat padaku, “jangan khawatir. Selalu hanya ada kita dan aku akan selalu di sisimu. Apapun yang terjadi, aku akan di sisimu, mom.”

“Sangat melegakan mendengarnya...”

“Mom, itu seperti saja aku dan Oppa pacaran betulan. Jangan cemas, kami tidak. Dan kupikir aku belum siap dengan hal-hal beginian saat ini.”

“Kau tidak akan pernah tau.”

“Kau menggodaku lagi...” Cemberutku.

“Ani...” dia melepaskan sarung tangannya dan meletakkan telapak tangannya di pipiku, “tapi jika akan. Aku ingin kau camkan in: jangan pernah takut pada cinta. Tidak semua kisah cinta berakhir seperti kisahku dan Appa...”

“Okay...” Aku hanya mengangguk karena aku tidak ingin membahasnya lebih lanjut.

~~~

Kami berjalan sepanjang taman beberapa menit kemudian setelah mengucapkan selamat tinggal pada ibuku. Dia masih saja menyuruh kalau Oppa harus datang sekali lagi jadi dia bisa mempersiapkan makan yang lebih baik untuk ‘menantu’nya. Aku merasa jengkel tapi mereka berdua hanya menertawakanku.

“Kita akan berkendara lagi?” Kataku menantikan apa yang kita lakukan di sini. Dia berjanji padaku untuk mengendarainya sekali lagi.

“Kau adalah orang yang tidak sabaran, ya kan?” katanya mengusapkan sebuah jarinya ke pipiku.

Mungkin aku sudah terlalu banyak membaca khususnya getaran yang kurasakan karena ia kelihatan tenang-tenang saja. Gerakan sederhana itu adalaha salah satu hal yang pastinya akan kurindukan.

“Tapi aku ingin kau mempelajarinya juga maka--”

“Hyung! Hyung!”

Seorang anak laki-laki meluncur ke arah kami dengan raut wajah yang jengjkel.

“Chang Ahn,” dia mengusap rambut anak itu ketikadia menghampiri kami.

“Hyung! Kau bilang kau tidak akan lama! Aku masih perlu pergi latihan sepakbola!” komplainnya lagi lalu berbalik kepadaku, “oh, dia adalah pacarmu? Aish, itulah mengapa kau sangat lama kembali.”

“Ya! Jangan gunakan nada itu kepadanya, dia lebih tua darimu...” marahnya dengan tenang kepada anak itu.

AKu tertawa sendiri ketika anak laki-laki itu membungkuk kepadaku sambil menggumamkan maafnya.

“Itu tidak apa-apa...” Senyumku dan melihat ke Oppa mengisyaratkan padanya untuk membiarkannya.

“Ngomong-ngomong, kau bisa pergi sekarang. Terima kasih atas bantuanmu.”

Anak laki-laki itu berlari setelah dia menyerahkan padaku sejumlah uang lalu aku berbalik padanya menanyakan apa ini semua tapi di hanya tersenyum padaku memperlihatkan bibirnya.

“Katamu kau ingin mempelajarinya jadi kuputuskan...” katanya seraya kami melewati pohon-pohon di kedua sisi yang daunnya perlahan tumbuh mekar kembali setelah musim dingin, “untuk--”

“Untuk?” tanyaku ketika dia tidak melanjutkan dan berhenti berjalan.

“Tidak ada...” Dia hanya nyengir.

Tapi, aku yakin mata itu menyatakan sesuatu padaku. Terkadang, aku tidak bisa mengerti mengapa dia melakukannya seperti itu. Seperti dia menyimpan rahasia dariku sebagaimana kelihatannya. Itu sangat menjengkelkan, dan membuatku berharap kalau dia akan memberitahukan apa saja yang ingin dikatakannya.

“Apa?” Gumamku pelan karena aku sudah sangat jenkel tapi dia hanya terbatuk main-main dan mengatupkan bibirnya. Akhirnya, aku menyadari kedua sepeda itu—satu biru dan satu pink dan terdapat warna putih di bawah badannya.

“Itu adalah kendaraan kita...” katanya seraya aku mendekat. “Kau menyukainya?”

“Ini adalah...???”

“Itu punyamu...”

“Kau membelikanku sepeda?” mungkin aku kelihatan konyol karena aku benar-benar kaget. Itu sangat cantik! Hatiku terenyuh melihat warna permen kapas pada sepeda itu dan apa yang paling menarik perhatianku adalah bunga azalea putih, pink dan merah yang terletak di keranjang depannya. Tapi sesuatu membuatku merasa tidak enak, “kau tidak perlu melakukannya. Maksudku, Aku bahkan belum bisa mengendarainya...”

“Itulah mengapa aku membelikanmu jadi kau bisa mempelajarinya,” balasnya, “jadi bersiap untuk pelajaran bersepedamu?”

Anggukku masih dalam keadaan terkejut dan malu juga karena aku tidak punya apaun untuk diberikan padanya di hari terakhir kami. Mengapa aku tidak memikirkan tentang ini? “Maaf, Aku tidak punya apa-apa unutkmu...”

“Itu tidak apa-apa...” dia melebarkan bibirnya membentuk sebuah cengiran yang besar, “jika aku memberikanmu sesuatu, itu tidak berarti aku menginginkan sesuatu darimu sebagi balasannya. Terima saja ini...”

“Okay,”Anggukku tapi aku tetap merasa tidak enak dengannya. Aku bisa membelikannya sesuatu atau bahkan membuatkannya kue. Tiba-tiba, dengan waktu yang terbatas kami, aku ingin melakukan banyak hal untuknya.

“Jadi apakah kau bersedia mengendarai sepeda barumu?”

“Kau harus mengajarku lebih dulu...”

“Itu pasti kulakukan!”

Aku benar-benar merasa bahagia mempunyai sepedaku sendiri. Itu adalah impianku waktu kecil yang sudah kuenyahkan sejak waktu yang lama. Tapi sekarang, aku merasa seperti tujuh tahun lagi.

“Oppa, gomawoyo...” Ucapku pelan seraya melanjutkan inspeksiku pada posesi baruku, “aku tidak pernah berpikir kalau aku akan mempunyai sebuah sepeda dan bahkan pikiran tentang mengendarainya pun sudah mustahil.”

“Aku senang kau menyukainya...” katanya di belakangku.

Anak laki-laki itu, aku sudah tau, adalah anak yang dia titipkan sepeda-sepeda ini padanya ketika dia pergi menjemputku. Dia kembali menjadi guruku yang sabar. Aku tau aku tidak bisa mempelajarinya dengan cepat dan itu akan makan waktu dan hari. Pemikiran ini membuatku merasa tidak nyaman kembali jadi aku menatapnya ketika dia memegang pegangan sepeda dengan kedua tangannya. Kupikir, di bawah sadel. “Oppa, ini adalah perjalan perpisahan kita, kan?”

Dia mengangguk, “yeah, tapi kau harus berjanji padaku kalau kau akan belajar bagaimana mengendarai sepeda ini walaupun tanpa bantuanku...dengan dirimu sendiri.”

“Aku akan,” kataku dan mengangkat tanganku untuk janji kelingking yang mana diambilnya, “mungkin kita bisa bertemu tidak sengaja di taman ini.”

“Yeah, mungkin...”

~~~

“Ibumu sangat keren” komentarnya seraya kami beristirahat di salah bangku taman. Ini sudah lewat jam makan siang jadi dia memutuskan kalau aku sudah melakukannya dengan baik. Akupun sendiri terkejut dengan kemampuanku sendiri di mana aku sudah bisa menjaga keseimbanganku walaupun beberapa kali aku akan goyah dan dia akan berlari kepadaku dan memegang sepedanya. Kami mapir ke sebuah restauran yang terbuka di mana makanan yang mereka jual dan pelanggan bisa menggunakan meja piknik yang terletak di sekeliling taman.

“Yeah, itulah dia. Itulah mengapa dia bisa bergaul baik dengan Yoona.”

“Dengan Yoona?”

“Terkadang itu membuatku heran apakah dia ibuku atau aku yang...”

“Benar? Dia hanyalah seorang dengan personalitas yan ceria,” jelasnya.

“Dan aku mengaguminya untuk itu. Jika tidak, aku pikir dia akan menjadi gila setelahnya, kau sudah tau...” gumamku seraya memainkan makananku.

“Yeah, Aku mengerti. Dia bahkan bisa menjadi kakak perempuan.”

“Uh Oppa? Jangan katakan kau punya sesuatu padanya! Candaku dan dia tertawa terbahak-bahak

“Na?! Seohyun… apakah kau serius?”

“Tidak, Aku hanya bercanda… dia sangat keren kan? Tapi dia bisa memberiku sakit kepala banyak kali karena dia mengharapkanku untuk menjadi lebih normal di usiaku, seseorang seperti Unnie. Suatu hari ketika kami menonton acara TV dan dia berkata, ‘Seohyuni, lihat lengan lelaki itu. Jika kau mendapatkan seorang pacar pastikan dia mempunyai otot bisep itu...’” Tawaku lalu berbalik melihatnay hanya untuk melihatnya memperhatikan lengannya dnegan serius, “Oppa? Apa yang kau lakukan?”

“Oh ini?” dia mengulanginya, “apakah ini saman seperti di TV?”

“Aigoo… hajima… sudahi saja…” tawaku, “terkadang kau sangat lucu…”

“Aku?” dia melihatku layaknya anak laki-laki berusia 6 tahun jadi aku hanya mengangguk dan dia tersenyum, “kesampingkan gurauan, mungkin ibumu hanya ingin kau pada akhirnya bersama dengan sosok pahlawan yang akan menjagamu.”

Aku menggelengkan kepala lalu tersenyum, “sebenarnya bukan seperti itu…”

“Kalau begitu Seohyun menginginkan seseorang yang seperti pangeran?” tanyanya sambil melihat lurus padaku sehingga aku harus melihat ke arah lain.

“Hmmm… memikirkannya saat ini. Bukan juga seorang pangeran. Jika aku punya seorang pacar aku hanya ingin dia menjadi orang biasa.” Kataku dengan senyuman. Itu adalah pemikiran yang indah setidaknya, “aku tidak perlu seorang pahlawan atau seorang pangeran untuk kuncintai. Aku hanya ingin dia biasa saja. Orang pada umumnya di sebuah dongeng atau seorang yang numpang lewat di kisah kepahlawanan. Aku hanya ingin dia menjadi dia—bukanya pikiran elegan lainnya. Selain itu, aku tidak memerlukan komplikasi dalam kisah cintaku.”

Lalu aku berbalik melihatnya. Dia melihatku dengan intensif lagi sehingga aku mengangkat tanganku dan melambaikannya di wajahnya. Dan kami berdua tertawa.

“Oppa, kau janji kalau kau akan membawaku ke taman bermain.”

“Aku pikir begitu. Kau ingin pergi sekarang?”

Aku mengangguk.

~~~

“Wow!” Teriakku senang ketika dia berjalan selangkah di depanku menghilangkan misterius yang kurasakan. Kami tiba tengah hari di mana banyak pengunjung. Aku selalu penasaran bagaimana rasanya berada di sini—ini sudah menjadi impianku di mana semuanya sempurna dan semua orang kelihatan bahagia.

“Seohyun…”

Aku mendengarnya memanggilku jadi aku berbalik ke arah dia berdiri dan menemukannya membentangkan tangannya. Aku melihatnya dan melihat kembali kepadanya dan akupun mengangguk. Dia tersenyum dengan kenyamanan seraya aku mengambil tangannya sampai dia menguncinya dengan lembut dengan tangannya. Perasaan ini sangat familiar.

“Jadi yang mana ingin kau maini pertama kali?”

Tanyanya seraya kami berjalan berpegangan tangan satu sama lain.

“Aku ingin coba yang itu,” Tunjukku ke Vking Ship dan dia mengangguk seraya berpikir hati-hati. “Kita bisa mngendarainya kan?”

“Yeah, dan kita akan melakukan itu juga...” tunjuknya dengan bibirnya.

“Ha!!!??? Tidakkkkk...” Hanya melihtnya saja sudah cukup membuatku merinding.

“Itu sangat menyenangkan, itu tidak menakutkan seperti itu...” tawanya.

“Tidak mungkin...” sergahku bersiap menangis.

“Tapi aku akan berada di sampingmu! Kau belum pernah mencobanya sebelumnya?”

“Tidak...” gumamku masih melihat ke roller coaster itu. Mendengar orang-orang yang menjerit itu membutku lebih gugup lagi.

“Aku juga!”

“Tapi tetap saja!”

“Okay, baiklah, aku mengerti,” katanya lembut.

Mainan ini membuatku tergidik tapi aku tidka mau komplain karena akulah yang memilihnya. Lalu aku melihatnya dengan tawa, “Oppa, kau memucat!”

“Ya, aku sudah bilang harusnya kita duduk di belakang...”

“Hahahahaha! Kau kelihatan lucu!” Aku lanjut ketawa di mana dia melototiku, “dan kau bahkan menyarankan roller-coaster itu.”

“Ya... apakah kau menggodaku sekarang ini?”

“Aniyo...” Aku menarik lengan bajunya dan melihat foto booth, “Oppa, ayo kita ambil gambar kita.”

“Dengan aku terlihat seperti ini?”

“Yeah! Untuk kenangan!” Lanjutku ketawa seraya menarik tangannya.

Setelah beberapa menit, kami keluar dan mengamati gambar kami. Dia mendesakku karena aku menyimpannya darinya untukku, memastikan aku hanya memperlihatkan gambar di mana aku terlihat bagus di dalamnya. Aku tertawa beberapa kali untuk terlihat lucu dan keren tapi beberapa di antara pose kami terlihat memalukan.

“Lihat ini!” Aku bergeser kepadanya untuk memperlihatkannya, “harusnya kita memperlihatkan puppy look di sini tapi kau…” suaraku menghilang seraya aku melihatnya lebih dekat. Aku berpose dengan cara yang benar dengan mataku terbuka lebar, menaruh kepalan tanganku di dekat daguku dan sedikit cemberut. Itu harusnya yang kami lakukan tapi dia berdiri di sana memandangku intensif. Aku merasa bergidik lagi. “Ngomong-ngomong, ini adalah gambar yang bagus …”

“Y..yeah…” gumamnya tidak pasti dengan dirinya sendiri, lalu nyengir. “Ini sudah mulai malam. Aku berjanji pada ibumu kalau aku akan membawamu pulang lebih cepat dari kemarin.”

“Aku tau…” aku memaksakan suaraku terdengar baik, “tapi Oppa, aku punya permohonan.”

“Yeah, apa itu?”

Aku menunjuk ke carousel. Dan dia mengangguk mengambil tanganku lagi, tapi aku punya sesuatu yang lebih baik di pikiranku.

“Tapi Seohyun, Aku tidak bisa naik sendirian.” Gumamnya sewaktu aku memberitahunya, “kau harus naik denganku...Atau aku akan kelihatan konyol!”

“Oppa, kenchanayo,” balasku. “Aku suka yang ini tapi aku merasa tidak senang mengendarainya sekarang, jadi bisakah kau mengendarainya?” Kulekatkan kedua telapak tanganku dan didekatnya bibirku memohon, “untukku, tolonglah?”

“Seohyuna, mengapa aku merasa kalau kau sedang menggodaku lagi?”

“Aniyo, Oppa!” bantahku seraya mendorongnya melewati pintu masuk.

Dia melihatku serius menggelengkan kepalanya seraya menaiki kuda hitam sedangkan pengendara lainnya dengan senang hati menaiki kendaraannya. Dia adalah anak tertua yang tidak mempunyai pendamping dan itu membuatku tersenyum. Aku mengacungkan jempolku ke atas dan dia Cuma mengangguk dengan senyum lemah ketika benda itu mulai bergerak.

Tiba-tiba aku mempunyai pemikiran tentang itu. Melihatnya jauh dariku—mucul dan hilang di depan mataku. Aku ingin meyakinkan perasaanku.

Sekali putaran dan dia hilang dari hadapanku. Walaupun gerakannya sangat lambat, terasa sangat aneh mengapa tiba-tiba dia menghilang dari mataku. Aku tidak dapat melihatnya. Kuputuskan untuk berputar mencarinya lalu berhenti karena mungkin saja aku kehilangannya. Lalu dia di sana melambaikan tangannya dan mengacungkan jempolnya. Aku melambai dan bertepuk tangan dengan pergerakan.

Lalu dia lenyap lagi. Perutku terasa aneh lagi. Perasaan yang sama yang kurasakan ketika aku merasakan tangannya di atas tanganku. Apakah aku merasakan efek butterfly itu selama ini? Aku meletakkan tanganku di dadaku merasakannya berdetak kencang. Kemudian dia muncul lagi. Jantungku serasa membengkak. Kupikir akan segera meledak.

Aku berbalik dan melihat sekeliling...itu, aku mulai berlari.

Aku perlu suatu tempat untuk bersembunyi.

Aku terengah-engah ketika akhirnya aku berdiri di depan air terjun. Aku memintanya menaiki mainan itu hanya untuk melihat apakah aku akan merasakan apa yang Yoona rasakan sewaktu Nickhun muncul tiba-tiba. Itu tidak mungkin. Akubaru saja bertemu dengannya dan ini adalah hari terakhir kami. Aku menggelengkan kepalaku...ini tidak mungkin terjadi …

“Seohyun?”

Suaranya mengejutkanku. Terlebih lagi, ketika dia meletakkan tangannya di pundakku.

“Apa yang terjadi? Ada suatu yang salah?”

Semuanya adalah kesalahan! Aku berhasil menahan tangisku, “Ani… aku hanya…”

“Kau pasti lelah. Ayo, kita ambil sepeda kit di taman dan pulang ke rumah.”

Aku mengangguk menahan tangisku. Kami mengendarai bis dengan diam seraya aku melihat keluar jendela seakan dia tidak duduk di sebelahku. Dan dia, kurasa, melakukan hal yang sama. Mungkin, momen yang singkat ini telah membuka hatiku ke emosi berbeda dari emosi alien yang melekat padaku sejak lama. Itu pemikiran yang menakutkan karena aku tau ada kemungkinan itu tidak akan terarah kemana-mana. Tapi setidaknya, aku bisa merasakannya.

Dan ini semua nyata.

~~~

“Apakah kau yakin kau tidak ingin kuantar pulang?” katanya setelah kita berhadapan satu sama lain, sama-sama berpegangan pada sepeda kami. Langit sudah berangsur berubah dari warna ungu tua ke oranye keemasan membentangi disertai awan-awan. Ini sudah senja—malam sebentar lagi tiba dan udara malam memberitahuku.

“Yes, Oppa. Maafkan aku tidak mempunyai sesuatu untuk diberikan padamu tapi ini...” aku memberinya satu gambar—gambar yang aneh. Dan dia tertawa melihatnya.

“Mengapa ini? Dan hanya ini saja?” tanyanya tanpa melepaskan tatapannya dari gambar itu.

“Yeah, aku merinding,” ujarku. Sejujurnya, aku menyukai semuanya dan menyesal hanya mengambil satu lembar untuk satu gambar, “dan aku memberinya kepadamu karena itu akan benar-benar membuatmu tertawa ketika melihatnya.”

“Berpikir tentangmu selalu membuatku tersenyum.”

“Terima kasih...” sergahku lagi.

“Tidak, terima kasih. Walaupun ini hanya untuk lima hari, aku sudah bisa mengenalmu dan aku harap hal yang sama juga buatmu.”

“Yes, tentunya. Walaupun ini waktu yang singkat tapi aku sangat berterima kasih ke Oppa yang telah menjagaku.” Aku bisa merasakan tenggorokanku tercekat tapi aku berusaha menahan tangisku.

“Seohyun, kita akan tetap berteman setelah ini, kan?”

“Tentu!” Senyumku, “dan kau harus tetap mengirimkan pesan dan meneleponku.”

“Yeah, dan kuharap kau akhirnya mendengarkan acara radioku.”

“Aku akan mempertimbangkannya...” aku setengah tertawa padanya seraya dia melototiku penuh canda.

“Arasso...” katanya dengan sebuah cengran lalu melanjutkannya dengan lebih serius, “senang berjumpa denganmu, Seohyun-ssi.”

“Senang berjumpa denganmu juga,” Aku menerima jabat tangannya. Dia memegang tanganku dengan jabatan yang keras yang kelihatannya tidak rela untuk dia lepaskan, “jadi? ini saatnya perpisahan?”

“Kupikir tidak begitu...” digelengkannya kepalanya, “ini hanya selamat tinggal untuk saat ini saja...selamat malam lebih tepat.”

“Okay, selamat malam juga...”

“Kuharap kau akan baik-baik saja.”

“Yes, Aku akan baik-baik saja.”

“Okay... pergilah ke tujuanmu sekarang, Seohyun, dan berhati-hatilah...”

“Kau juga...”

Akulah yang membalikkan badan dan pergi menuju jalanku sewaktu dia berdiri di sanan dengan sepedanya disisinya. Aku menarik sepedaku dengan pelan di mana suaranya menemaniku. Ini lebih seperti janji daripada sebuah perpisahan dan aku tidak menginginkan yang sebaliknya. Aku tersenyum sendiri menjadi tidak yakin dengan diriku sendiri. Ahhh, jadi ini pasti cinta? Walaupun dia tidak tau tapi setidaknya, aku tau perasaan ini sekarang dan aku tidak bisa meminta lebih dari ini. Selain itu, aku tidak tau perasaannya. Sesedih kelihatannya, mungkin dia hanya melakuakan apa yang harus dilakukannya jadi aku tidak perlu melankolis begini tentangnya. Aku bersyukur untuk perasaan ini tapi ini tetap saja sakit mengetahui ini sudah berakhir.

Aku berjalan terus, menolak untuk berbalik ke belakang. Untuk memandangnya dan melihatnya pergi. Ngomong-ngomong, lebih baik begini karena aku akan lebih sedih kalau aku yang melihatnya pergi meninggalkanku.

Oppa, aku akan mengenang momen ini. Perasaan yang kudapat yang tersembunyi dalamku. Mengetahui kemampuanku untuk mencintai dengan cara begini. Hatiku terbakar, hampir menyakitkan, tapi akuberterima kasih padamu.

Sesederhana itu dsan semuanya berakhir.

Aku dan Pacar lima hariku.

Kamus bahasa korea:

*saranghe = menyayangimu

*oppa =sebutan kakak laki-laki (buat cewek)

*umma = ibu

*appa = ayah

*hyung = sebutan untuk kakak laki-laki (buat cowok)

*ne = ya

*na-ah = tidak

*aniyo = tidak

*chongmal = serius / benar-benar

*kenchanayo = baik-baik saja

*waeyo = mengapa

*chincha = benar

*yoboseyo = halo (saat bicara di telepon)

*illuwa = kemari

*ottoke = bagaimana

*aigoo = aduh

*appeuda = sakit

*arasso = mengerti

*oppareul sarange = kakak-kakak laki-laki mencintaimu

*manhi-manhihe = teramat sangat

*kamsahamnida = terima kasih




No comments: